Wakil Presiden M Jusuf Kalla menegaskan yang terjadi di Poso selama ini bukanlah konflik, tetapi adanya sekelompok kecil orang yang meneror dan melakukan indoktrinasi pada masyarakat bahwa membunuh itu halal. Untuk itu, dii Poso diperlulam pasukan anti teror.
Wakil Presiden M Jusuf Kalla menyesalkan pernyataan Kepala Desk Antiteror Kementerian Polhukam Irjen Pol Ansyaad Mbai yang menyatakan perjanjian Malino tidak berhasil maksimal dalam menangani kasus Poso.
Kalla menyebutkan, keberhasilan perjanjian Malino dibuktikan dengan saat ini tidak ada lagi konflik antara Islam dengan Kristen di Poso.
"Siapa pun yang ngomong itu tak mengerti persoalan. Berkali-kali saya katakan perjanjian Malino menyelesaikan konflik antar komunitas. Buktinya sekarang bupatinya Kristen dan wakil bupatinya Islam mereka bekerja bersama-sama perannya," tutur penggagas perjanjian Malino ini, ketika ditanya wartawan mengenai kasus Poso seusai sholat jumat di Jakarta, jumat (26/1).
Wapres menegaskan di Poso saat ini tidak terjadi konflik antar-masyarakat namun yang ada hanyalah sekelompok kecil orang melakukan teror dengan membunuh atau melempar bom.
"Yang terjadi di Poso ini, sekelompok kecil orang yang meneror bukan konflik. Coba tunjukkan, tak ada konflik di masyarakat, tetapi yang ada teror sehingga diperlukan (pasukan) anti teror, itu yang diperlukan," kata Wapres M Jusuf Kalla
Wapres mencontohkan adanya pemenggalan kepala seorang siswa SMA, hal itu sebuah tindak pidana yang bertujuan meneror bukan sebuah konflik masyarakat. "Sekarang ini ada pengajaran, indoktrinasi sebagian orang bahwa membunuh orang itu halal," kata Wapres.
Wapres juga menjelaskan bahwa perjanjian Malino dahulu untuk menyelesaikan konflik antarwarga dan hal itu telah selesai. Sehingga kata Wapres sangat salah pendapat sebagian orang yang mengatakan perjanjian Malino telah gagal.
"Jadi siapa pun yang bilang Malino itu gagal, salah besar dan itu orang yang tak tahu masalah," kata Wapres.
Ketika ditanyakan adanya ketidakpuasan sebagian masyarakat atas jatuhnya korban 13 orang tewas, dalam pengerebekan Densus 88 anti teror untuk menangkap buron, Wapres mengakui bahwa memang tidak bisa memuaskan semua orang. "Tak mungkin orang seratus persen puas, tetapi tak mungkin polisi tak berbuat," kata Wapres.
Selama ini polisi telah melakukan tindakan persuasif agar buron dalam DPO bersedia menyerahkan diri secara sukarela. Namun, tambah Wapres, mereka tidak mau menyerahkan diri.
Alasannya, pemerintah dianggap tidak memenuhi janjinya untuk memberikan bantuan dana bagi pengungsi dan tidak melakukan penangkapan terhadap 16 nama yang disebutkan terpidana mati Tibo.
Menurut Wapres, dana bagi pengungsi Poso telah disalurkan ratusan miliar rupiah dan telah dibangun ribuan rumah. "Ratusan miliar dana pengungsi sudah diberikan, ribuan rumah sudah dibangun tetapi kalau ada yang bawa bom lagi, orang takut lagi mereka lari," kata Wapres.
Jadi, tambahnya, bukan pemerintah yang tak menyelesaikan masalah tersebut namun mereka (kelompok kecil) itulah yang tak menginginkan selesainya konflik di Poso.
Mengenai 16 nama yang disebutkan Tibo, Wapres mengatakan sebagian dari nama-nama yang disebutkan Tibo tersebut, tujuh orang di antaranya sudah ditangkap dan diadili.
Nama-nama seperti Lateka sudah disidangkan dan saat ini telah meninggal dunia. Begitu pula Herman Pawiro sudah divonis empat tahun namun saat ini meninggal di rumah sakit karena kanker.
"Selebihnya disebutkan sebagai provokator namun itu tidak terbukti di persidangan, karena waktu itu hampir semua tokoh-tokoh ikut berpihak. Kalau itu kita hukum nanti semua dihukum," kata Wapres.
© Copyright 2024, All Rights Reserved