Rapat Dengar Pendapat antara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Selasa (18/05), diwarnai perdebatan kecil. Pasalnya, beberapa anggota Komisi III mempersoalkan keterlibatan Ketua PPATK Yunus Husein dalam Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Yunus merasa aneh dan heran, mengapa hal itu dipermasalahkan anggota dewan.
Anggota Komisi III berdalih, keterlibatan Yunus dalam Satgas dikhawatirkan akan menurunkan wibawa dari PPATK. “Masak, Kepala PPATK dibawa-bawa oleh Denny Indrayana," ujar anggota Komisi III Panda Nababan dari Fraksi PDI-P.
Ada pula suara anggota dewan yang menganggap, Yunus melakukan rangkap jabatan dengan menjadi anggota Satgas Antimafia Hukum. Padahal, rangkap jabatan dilarang berdasarkan Pasal 24 Ayat 1 huruf f UU No 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Menanggapi komentar yang menyudutkan tersebut, Yunus menerangkan, bahwa keterlibatannya sebagai anggota Satgas tidak bisa disebut sebagai rangkap jabatan. Pasalnya, Satgas hanya bersifat temporer. Sebelumnya, kata Yunus, dirinya dan para elite PPATK juga pernah terlibat pada satgas-satgas lainnya. "Sepanjang hal ini saling berkaitan, tidak apa-apa. Lagipula, mengapa baru sekarang dipertanyakan?" ujar Yunus merasa heran.
Jawaban ini lantas menimbulkan perdebatan kecil pada RDP tersebut. Dalam perdebatan itu, Panda menyarankan agar Komisi III meminta fatwa Mahkamah Agung terkait pasal tersebut. Semula sal fatwa hal ini, sempat menjadi salah satu pokok kesimpulan rapat. Namun, akhirnya hal ini hanya menjadi catatan saja.
Usai rapat, Yunus sempat mengeluhkan sikap beberapa anggota Komisi III yang dianggapnya terkesan aneh karena mempermasalahkan keberadaannya di Satgas. "Kita ikut Satgas saja, dihajar habis-habisan. Lalu siapa yang berpihak pada mafia kalau begitu?” ujar Yunus.
Dengan nada blak-blakan Yunus menilai sikap beberapa anggota Komisi III itu aneh. "Masak, rakyat yang diperas di sana-sini oleh oknum, kita bantuin untuk ditindak, mereka sebagai wakil rakyat malah tidak senang. Kan aneh itu. Harusnya mereka mendukung dong. Yang mempermasalahkan itu harus dipertanyakan, mau mihak mafia atau rakyat," ucapnya.
20 Rekening Perwira
Dalam rapat dengar pendapat tersebut, PPATK melaporkan temuannya terkait indikasi transaksi keuangan mencurigakan yang melibatkan sekitar 20 perwira tinggi Polri sejak tahun 2005. Para pemilik rekening itu pangkatnya beragam, mulai dari brigadir hingga perwira tinggi Polri. Bahkan, sebagian diantaranya sudah pensiunan.
Temuan itu disampaikan Ketua PPATK Yunus Husein kepada Komisi III DPR dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung di Gedung DPR, Selasa (18/05). Temuan itu, juga sudah dilaporkan ke Polri dan sebagian kasusnya sudah diusut. “Misalnya yang di Papua, sudah bebas. Kemudian, ada yang sudah digeser-geser," ujar Yunus. Ditanya lebih detail, Yunus memilih tidak berkomentar.
Yunus mengatakan penyerahan hasil analisis kepada Polri senantiasa dilakukan. “Dalam proses analisis diduga bahwa nilai transaksi tidak sesuai dengan profil terlapor dan tidak ditemukan adanya underlying transaction yang dapat menjadi dasar dilakukannya transaksi," ujar dia.
Tentang kabar rekening milik Pati Polri yang angkanya mencapai Rp 95 miliar, Yunus membantahnya. “Jumlah Rp95 miliar tidak benar, kita tidak punya angka sebesar itu," jelasnya.
Lebih jauh Yunus menyampaikan, selain Polri, PPATK juga menemukan indikasi transaksi keuangan mencurigakan oleh oknum pegawai Kejaksaan Agung. Demikian pula, sepuluh rekening mencurigakan dari institusi Bea dan Cukai.
Yunus memastikan, terkait laporan rekening mencurigakan ini, PPATK sudah menjalin kerjasama dengan Polri dan Kejagung. "Dua minggu lalu sudah ada MoU dengan Kapolri dan Kejaksaan," jelasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved