Sistem proporsional terbuka yang digunakan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif 9 April 2014 lalu dinilai telah merusak kualitas pemilu. Politik uang, kecurangan, dan konflik antar calon anggota legislatif dalam internal partai dan antar partai sebagai buktinya. Sistem tersebut harus dikaji ulang untuk perbaikan pemilu ke depan.
Setidaknya demikian penilaian yang dikemukakan oleh politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Almuzzammil Yusuf, yang diterima politikindonesia.com, Minggu (04/05).
"Politik uang, kecurangan, dan konflik antar calon anggota legislatif dalam internal partai dan antar partai pada Pemilu April 2014 lalu merupakan buah dari sistem proporsional terbuka yang dipaksakan oleh partai-partai besar,” ujar Wakil Ketua Komisi III DPR itu.
Dengan alasan persaingan bebas dan mengakomodir banyak tokoh agar terlibat dalam politik di parlemen, kata Muzzammil, telah mengakibatkan persaingan yang tidak sehat dalam Pemilu lalu. “Saya melihat masyarakat, penyelenggara pemilu, dan caleg belum siap dengan proporsional terbuka. Terbukti politik uang dan kecurangan merajalela di internal partai, di penyelenggara pemilu, dan masyarakat," ujar dia.
Muzzammil mengatkan, ide PKS, saat penyusunan UU Pemilu tahun 2012, adalah Pemilu murah, mudah, minim manipulasi dan mengutamakan kader partai dengan menggunakan sistem proporsional tertutup. Sistem ini hanya didukung Fraksi PKS, PDIP, dan PKB. Tapi setelah voting kalah. Fraksi lainnya di DPR yang mendukung sistem proporsional terbuka menang dalam voting. “Jika sistem proporsional terbuka ini dipertahankan untuk pemilu 2019 kejadian yang sama akan terulang,” ujar dia.
Keunggulan sistem proporsiona tertutup, tambah Muzzammil, diantaranya lebih menjamin penguatan organisasi partai politik; adanya pendidikan politik masyarakat dalam kampanye; seleksi kandindat berbasis kualitas dan kapasitas (bobot, bibit dan bebet) kader.
“Sistem ini mendorong proses kaderisasi yang sehat dan mengantarkan kader-kader terbaik partai untuk memberikan pengabdian terbaiknya kepada bangsa dan negara melalui lembaga-lembaga legislatif di pusat dan di daerah”Tuturnya.
Melalui sistem ini pula, sambung dia, memungkinkan biaya pemilu yang lebih murah dan pelaksanaan pemilu yang lebih mudah melalui e-voting seperti di India dan Brazil
“Pemilu bisa dengan teknologi canggih yg portable, cepat, murah, dan lebih terpercaya,” ujarnya.
Untuk itu, Muzzammil berharap Pemilu 2019 nanti, Indonesia sudah dapat menggunakan e-Voting. Menurutnya kualitas, kekuatan, dan akurasi alat e-voting di kedua negara itu seperti black box pesawat terbang yang terkunci, kuat, portable, dan bisa pakai accu mobil untuk daerah yang tidak ada aliran listrik.
“Yang tak kalah penting, e-voting tidak gunakan surat suara jadi dapat menghemat jutaan ton kertas. Jadi ramah lingkungan,” tandas politisi asal Lampung ini.
© Copyright 2025, All Rights Reserved