Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Hak Menyatakan Pendapat kini dikaitkan dengan banyak aspek kebijakan pemerintahan. Salah satunya, wacana reshuffle yang kini terus bergulir. Ada anggapan, jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan reshuffle dalam kondisi seperti ini, akan membahayakan kelangsungan pemerintahannya.
Setidaknya, itulah yang disampaikan politisi Partai Keadilan Sejahtera Nasir Jamil kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Kamis (13/01). Reshuffle kabinet, bagi Nasir, adalah sebagai sesuatu yang membahayakan pemerintahan SBY. “Ini bunuh diri, dalam situasi seperti ini (pasca putusan MK) mereshuffle kabinet, buang-buang energi," ujar dia.
Disamping dari posisi pemerintah SBY-Boediono yang tidak menguntungkan pasca keluarnya putusan MK, reshuffle kabinet juga dinilai Nasir tidak akan menyelesaikan masalah. Dikatakan Nasir, menteri yang baru nantinya, juga belum tentu bisa langsung bekerja optimal. "Orang yang masuk tidak langsung bisa tune ini , ini butuh waktu.”
Sementara, sambung dia, pemerintahan SBY paling bisa mengoptimalkan kinerja sampai tahun 2012. “Pada tahun 2013, saya rasa sudah pasang kuda-kuda untuk pemilu berikutnya, apalagi Partai Demokrat belum punya calon Presiden," sebutnya.
Kata Nasir, SBY lebih baik meningkatkan kinerja menterinya. Cara ini lebih efektif daripada melakukan reshuffle menteri yang tentu memiliki resiko politik. "Lebih baik fokus, bagaimana meng-upgrade menteri yang kurang fokus selama ini," tandasnya.
Seperti diketahui, MK mengabulkan permohonan pembatalan pasal 184 ayat (4) UU 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, dan DPRD, yang berbunyi, Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak menyatakan pendapat DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPR yang hadir.
Putusan MK menyatakan pasal itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak dibacakan. Dalam pertimbangannya, MK juga menyatakan syarat pengambilan keputusan DPR untuk usul menggunakan hak menyatakan pendapat mengenai dugaan Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak boleh melebihi batas persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 7B ayat (3) UUD 1945.
MK juga menimbang bahwa dengan tidak berlakunya ketentuan Pasal 184 ayat (4) UU 27/2009 ini, ketentuan persyaratan pengambilan keputusan mengenai “usul” penggunaan hak menyatakan pendapat berlaku ketentuan mayoritas sederhana.
Bahkan menurut MK, pada tingkat usul penggunaan hak menyatakan pendapat, persyaratan pengambilan keputusan DPR harus lebih ringan dari persyaratan yang ditentukan Pasal 7B ayat (3) UUD 1945, karena untuk dapat menindaklanjuti pendapat tersebut kepada MK harus melalui persyaratan yang lebih berat sebagaimana diatur dalam Pasal 7B ayat (3) UUD 1945 tersebut.
© Copyright 2024, All Rights Reserved