Silang pendapat dan simpang siurnya informasi seputar pembelian pesawat Sukhoi dari Rusia yang mewarnai debat publik beberapa waktu belakangan ini, akhirnya dijelaskan langsung oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Dalam pidatonya di depan Sidang Tahunan MPR, Presiden Megawati Soekarnoputri menyatakan, pembelian pesawat tempur Sukhoi dan helikopter MI 35 dari Rusia sebagai suatu terobosan dalam cara belanja luar negeri yang akan memenuhi dua hal secara bersamaan, yaitu membeli untuk memenuhi kebutuhan dan mendorong ekspor yang nilainya dapat dijadikan pengimbal bagi devisa.
"Ini sesuatu yang baru dalam praktik perekonomian nasional kita," kata Presiden, dalam pidatonya pada Sidang Tahunan MPR di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Jumat (1/8).
Menurut Presiden, Indonesia sangat membutuhkan peralatan tempur untuk mengantisipasi dilanggarnya wilayah darat, laut dan udara Indonesia oleh pihak-pihak asing yang tidak boleh dibiarkan berlarut serta diperlukan perhatian besar.
Presiden juga mengatakan, pembelian pesawat tempur Sukhoi dan helikopter tempur kepada Rusia selain bermakna terobosan, langkah itu juga terkait dengan upaya membuka cakrawala baru dalam rangka penyeimbangan hubungan luar negeri.
Namun demikian, Presiden mengatakan sepenuhnya mengetahui praktik, segi-segi teknis mengenai imbal beli pembelian peralatan tempur dengan terobosan baru itu sebenarnya belum banyak dipahami.
"Itulah sebabnya, dalam proses yang saya inginkan berlangsung cepat bukan hanya dalam arti mendesaknya kebutuhan, tetapi agar momentum imbal beli tersebut sesegera mungkin dapat memperoleh bentuk dan hasil yang kongkrit saya hanya menugasi pejabat-pejabat terkait melaksanakannya," jelasnya.
Dikatakan presiden, pihaknya juga mengetahui bahwa secara pokok, mekanisme imbal beli bukan saja belum secukupnya terakomodasi dalam sistem dan mekanisme anggaran, tetapi pada dasarnya menuntut siapapun yang bertindak sebagai penjual praktis harus bertindak sebagai pembeli atau sebaliknya.
Karena itu untuk dapat menyelesaikan kewajiban imbal beli tersebut dengan sebaik-baiknya, awal Mei lalu pihaknya telah memerintahkan Menkeu untuk mengajukan permintaan pembiayaannya kepada DPR, ujarnya.
Inti persoalan imbal-beli yang kemudian ramai menimbulkan silang pendapat dan kesalahpahaman, papar Presiden, sesungguhnya tak berkisar jauh dari hal yang sudah saya jelaskan.
"Isu tentang permainan harga atau komisi dan lainnya seperti yang kemudian menjadi spekulasi, sejauh yang saya lihat sebenarnya juga tidak ada," tegas Megawati.
[Penduduk Miskin Berkurang]
Presiden Megawati Soekarnoputri menjelaskan, kebijakan pemerintah untuk meringankan beban ekonomi rakyat lambat-laun mulai membuahkan hasil, yakni jumlah penduduk miskin terus berkurang.
"Walaupun tidak berjalan cepat, upaya tersebut mulai membuahkan hasil. Jumlah penduduk miskin terus berkurang," kata Presiden Megawati.
Pada tahun 2000, berdasarkan hasil Survai Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tercatat secara rinci pengeluaran konsumsi rumah tangga di seluruh Indonesia sebesar 19,1 persen atau 38,7 juta penduduk yang masih miskin. Pada tahun 2003, dilaksanakan lagi SUSENAS di mana terjadi penurunan karena tinggal 17,4 persen atau 37,2 juta penduduk yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Hasil survai tersebut dilaksanakan di 26 provinsi plus empat wilayah kota, tapi minus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Maluku dan Maluku Utara serta Papua, karena pertimbangan keamanan. Oleh karena itu, lanjutnya, jelas diperlukan tambahan lapangan kerja baru yang banyak untuk bisa menyelesaikan masalah itu.
Guna lebih mempercepat roda perekonomian nasional, dalam satu tahun terakhir ini pemerintah telah meresmikan dimulainya proyek-proyek baru dan menyelesaikan perundingan ulang bagi kelanjutan berbagai proyek lama di sektor pertambangan dan energi yang nilainya lebih dari 20 miliar dolar AS. Termasuk didalamnya proyek pembangunan pipa transmisi gas dari Sumatera Selatan hingga Singapura, yang akan menjadi bagian dari jaringan pipa transmisi gas ASEAN.
Dalam kesempatan itu, Presiden Megawati mengemukakan, perhatian sektor perbankan nasional kepada sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Tanah Air kian membaik dan terus ditingkatkan melalui penyediaan alokasi kredit dalam jumlah lebih besar. "Sampai bulan Maret 2003, posisi outstanding kredit untuk sektor UKM sudah mencapai Rp 63,5 triliun. Berarti, naik 4,21 persen dibandingkan tahun 2002," ungkapnya.
Sedangkan pada tahun 2002, perbankan nasional menyalurkan kreditnya kepada sektor UKM sebesar Rp 32,7 triliun. Presiden mengakui, sektor UKM berperan begitu besar dalam perekonomian nasional, bahkan sektor ini masih mampu tetap mempertahankan dan malah - walaupun kecil - dapat
memperluas kesempatan kerja. "Untuk itu Pemerintah menyampaikanpenghargaan setinggi-tingginya kepada para pengusaha kecil dan menengah di Indonesia," katanya.
Di sisi lain, guna memperbesar akses bagi permodalan sektor UKM, pemerintah telah memfasilitasi pembiayaan melalui program dana bergulir sebesar Rp 50 juta untuk masing-masing Lembaga Keuangan Mikro.
[Pertumbuhan Ekonomi 2003 Sebesar 3,66 Persen]
Presiden Megawati Soekarnoputri meyakini pertumbuhan ekonomi nasional diakhir tahun 2003 akan mencapai 3,66 persen. Meskipun angka ini berada di bawah sasaran awal sebesar 4 persen, namun kondisi ini sudah dapat menggambarkan perbaikan kehidupan perekonomian di Indonesia
Pernyataaan Presiden ini didasari pemahaman bahwa meskipun tidak mencapai target pertumbuhan 4 persen, namun pertumbuhan 3,66 persen tersebut telah lebih tinggi dibanding dengan angka pertumbuhan di tahun 2001 yang hanya mencapai 3,44 persen.
"Walaupun secara riil kondisi perekomomian masih belum sepenuhnya pulih, dan tingkat pengangguran tenaga kerja kita masih tetap tinggi, namun indikator ekonomi makro telah menunjukkan tanda-tanda membaik. Dari sejumlah indikator ekonomi makro tampak bahwa keadaan sudah menunjukkan tanda-tanda membaik," kata Presiden Megawati dalam salah satu bagian pidatonya.
Dijelaskan Presiden, angka pertumbuhan yang dicapai pemerintah tersebut juga dibarengi dengan peningkatan angka pendapatan per kapita. Dalam tahun 2002 pendapatan per kapita tercatat sebesar Rp 7,6 juta, lebih tinggi dari pendapatan per kapita Rp 6,9 juta di tahun 2001
Bila dinyatakan dalam dollar AS, angka ini berturut-turut adalah sebesar 673 dollar AS tahun 2001 dan meningkat di tahun 2002 menjadi 811 dollar AS. "Selain merupakan indikasi dari membaiknya keadaan ekonomi nasional, peningkatan pendapatan per kapita dalam dollar ini juga dibantu oleh menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS," kata Presiden.
[IMF]
Sementara itu, berkaitan dengan hubungan antara Indonesia dan Dana Moneter Internasional (IMF), Presiden menyebutkan, Pemerintah memperhatikan pandangan, pemikiran dan wacana dari berbagai pihak, termasuk rekomendasi untung-rugi dan prospek hubungan itu.
Menurut Megawati, pemerintah mempelajari dan mempertimbangan segala rekomendasi, termasuk pertimbangan dari MPR tentang alternatif penyelesaian program IMF, untuk memilih alternatif yang paling menguntungkan dan atau yang paling sedikit kerugiannya. "Insya Allah, dalam pengantar RAPBN 2004 tanggal 15 Agustus nanti, saya dapat melaporkan secara resmi keputusan mengenai masalah ini," demikian Megawati.
© Copyright 2024, All Rights Reserved