Direktorat Reserse Polda Metro Jaya hingga hari ini masih memeriksa kerabat Gunawan Santoso, tersangka kasus pembunuhan Komisaris Utama PT Asaba Boedyharto Angsono dan pengawalnya, Sersan Kepala Edi Siyep.
Mereka yang diperiksa dan berstatus sebagai saksi itu, adalah Mulyati, Sulistina dan Andre Basuki, masing-masing ibu kandung, kakak dan sepupu tersangka.
Polisi juga sedang memeriksa soal pembuatan kartu tanda penduduk (KTP) yang selama ini digunakan tersangka. Penyidik belum memeriksa apakah ada keterkaitan ketua RT dan RW serta lurah tempat KTP tersebut dikeluarkan, kata Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Mathius Salempang, pagi tadi, di Jakarta.
Sementara Pelaksana Harian Kepala Suku Dinas Pendidikan dan Catatan Sipil Jakarta Pusat M Hatta mengungkapkan, dua buah KTP yang digunakan Gunawan adalah palsu.
Kepastian itu diperoleh setelah Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jakarta Pusat melakukan pemeriksaan administrasi pencatatan penduduk di sejumlah kelurahan, yakni Serdang, Gunung Sahari Utara dan Kemayoran.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan, nomor seri pada dua KTP DKI milik Gunawan yang menggunakan nama Indra Amarta dan Dustin Bakri, sudah dimiliki orang lain,' katanya.
Hatta menambahkan, selain memeriksa daftar registrasi di tiga kelurahan tersebut, dia juga mengecek keberadaan nama Indra Amarta dan Dustin Bakri dalam database kependudukan Jakarta Pusat. 'Tapi kami menemukan kedua nama itu,' katanya.
Dari kenyataan itulah, diyakini Gunawan Santoso memperoleh KTP palsu dari orang yang tidak berhak. Untuk itu, ujar Hatta, instansinya meminta polisi mengusut tuntas jaringan pembuatan KTP palsu yang diduga dipakai tersangka.
Menurut Mathius, juga memeriksa seorang dokter yang berpraktik di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan sebagai saksi. Jika terbukti dokter itu turut membantu pelarian atau mengetahui Gunawan sebagai pelaku kejahatan dan tidak melapor, dia akan mendapat sanksi pidana.
"Sampai saat ini kami baru mendalami keterangan keluarga Gunawan. Demikian pula dokter tersebut sudah dimintai keterangan, namun sebagai saksi karena dia hanya membantu mengoperasi bagian wajah tersangka serta tidak mengetahui jika Gunawan adalah pelaku kejahatan," paparnya.
Dari tangan tersangka, lanjutnya, polisi juga menyita sebuah SIM (surat izin mengemudi) atas nama orang lain.
Sementara sebuah sumber, seperti ditulis Suara Pembaruan menyebutkan, tersangka Gunawan bekerja sama dengan seorang perwira marinir berpangkat letnan kolonel (Letkol) dengan imbalan Rp 500 juta. Namun sampai peristiwa penembakan, baru Rp 200 juta yang dibayarkan oleh Gunawan. 'Awalnya, bentuk kerja sama itu bukan untuk membunuh Boedyharto melainkan bantuan perlindungan terhadap orang tua tersangka.
Dia memberikan perlindungan kepada keluarganya karena ada ancaman eksekusi rumahnya oleh pihak almarhum Boedyharto. Perwira itu kemudian menghubungi bawahannya yang kemudian memerintahkan empat orang anggotanya yang saat ini dalam penahanan pihak polisi militer TNI Angkata Laut,' tutur sumber itu.
Mengenai sinyalemen itu Komandan Polisi Militer TNI Angkatan Laut Brigjen (Mar) Soenarko GA membantah adanya keterlibatan seorang oknum marinir berpangkat Letkol yang dijanjikan Gunawan Santosa Rp 500 juta. "Tidak ada itu, dari mana asal informasi tersebut. Jangan mengada-adalah,' tukas Soenarko.
Menurut dia, belum ada tambahan tersangka lain selain empat orang anggota marinir yang sudah ditahan dan kini diperiksa oleh Polda Metro Jaya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved