Pasca demo buruh Rabu (3/5) lalu yang berakhir rusuh, suasana politik di Indonesia jadi memanas. Para pejabat pemerintah dan sejumlah politisi terlibat “perang” tudingan.
Bermula dari pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada para wartawan di Amman, ibukota Yordania Kamis (4/5) lalu yang memperingatkan semua kelompok yang belum ikhlas menerima hasil Pemilu 2004 untuk tidak melakukan tindakan apapun juga yang tidak kondusif bagi pembangunan.
“Kalau ada di antara komponen bangsa, apakah itu perseorangan, kelompok atau ikatan identitas lain yang barangkali belum ikhlas, belum menerima hasil Pemilu 2004 meskipun itu menjadi hak mereka untuk melakukan langkah-langkah politik apapun juga dalam koridor demokrasi tapi tolong jangan semua itu berujung pada situasi dalam negeri Indonesia yang tidak kondusif untuk pembangunan berikutnya,” katanya.
Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono kembali menegaskan pernyataan Presiden tersebut. Menurutnya, sudah sejak lama kelompok-kelompok yang tidak puas dengan hasil Pemilu 2004, itu melakukan kegiatan yang mengganggu stabilias.
Juwono menengarai aksi buruh yang berujung anarkis itu, didanai oleh kelompok tertentu terutama buruh yang berasal dari Jawa Barat. Indikasi serupa disampaikan pula oleh Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar yang mengatakan, bahwa aksi buruh yang berakhir anarkis itu, bukan dilakukan oleh buruh melainkan ditunggangi kelompok yang memiliki kepentingan tertentu.
Sementara itu, Kepolisian Republik Indonesia segera menyelidiki aliran dana yang digunakan untuk aksi demonstrasi buruh. "Kita akan selidiki semua kemungkinan yang memicu aksi anarkis buruh, termasuk adanya pihak yang mendanai aksi itu," kata Kapolri Jenderal Sutanto.
Pernyataan ”tunjuk hidung” ini kontan mendapat tanggapan dari kalangan politisi. Mantan Ketua MPR Amien Rais menilai kecurigaan adanya kelompok-kelompok yang belum mau menerima hasil Pemilu 2004 di balik berbagai aksi unjuk rasa buruh sebagai hal yang sudah kuno dan tidak lebih dari imajinasi Presiden Susilo. "Kegaduhan-kegaduhan buruh itu tidak ada urusan dengan kepuasan atau tidak soal pemilu 2004. Itu (kecurigaan demikian) sudah kuno," kata Amien.
Sementara itu Ketua MPR Hidayat Nurwahid menilai pernyataan presiden yang mengaitkan demonstrasi buruh dengan hasil pemilu 2004 adalah presepsi politik yang terlalu jauh.
Hal senada juga diungkapkan oleh, sosiolog Prof DR Alo Liliwery MS. Menurutnya, persepsi politik Presiden Susilo terlalu jauh mengaitkan demi buruh dengan hasil Pemilu 2004. ”Pemilu 2004 itu sudah berlalu jauh jika dikaitkan dengan tindakan anarkis yang dilakukan oleh para buruh di Jakarta. Apa yang mereka perjuangan itu karena persoalan perut semata,” kata guru besar Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang itu di Kupang, Kamis.
Ketua F-PDIP Tjahjo Kumolo mempertanyakan pernyataan Presiden Susilo tersebut. ”Maksud pernyataannya itu apa? Walau dituduh dengan pernyataan pemerintah, menurut saya, tentunya kita tidak suka mengomentari pemimpin yang asal ngomong. Aspirasi buruh adalah murni aspirasi buruh,” ungkap Tjahjo.
Sementara itu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memberi dukungan moral pada upaya kalangan buruh memperjuangkan kesejahteraan sekaligus mengingatkan agar dalam perjuangan itu mereka tidak menggunakan cara yang justru dapat merugikan mereka sendiri.
"Saya dukung upaya buruh untuk mencari kesejahteraan yang pantas dan keadilan sekaligus saya ingatkan agar cara yang digunakan tidak merugikan buruh itu sendiri. Jangan sampai melakukan gol bunuh diri," kata Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi saat menerima kunjungan Kongres Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Sedangkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mendukung tuntutan buruh yang menolak revisi UU Ketenagakerjaan. Media Center DPD menyebutkan, sikap DPD itu dicapai setelah adanya desakan anggota Dewan Perwakilan Daerah dalam Sidang Paripurna DPD pada Rabu (3/5) yang akhirnya mengeluarkan pernyataan sikap menolak revisi UU itu. Menurut DPD, rencana pemerintah tersebut telah menimbulkan resistensi yang sangat tinggi di kalangan buruh dan hampir semua serikat buruh dengan secara serentak menolak revisi.
Kenapa persoalan revisi UUK jadi semakin kemana-mana? Pada satu sisi, pemerintah memandang revisi sebagai salah satu syarat untuk menciptakan sebuah iklim investasi yang lebih kondusif untuk menggerakkan perekonomian Indonesia. Iklim usaha dapat dibangun jika ada situasi yang sama menguntungkan baik itu pihak pengusaha maupun pihak pekerja.
Namun, disisi lain para buruh ”mencurigai” revisi ini akan mengurangi hak-hak mereka. Kehawatiran itu kemudian menimbulkan resistensi yang sangat tinggi di kalangan buruh. Hampir semua serikat buruh dengan secara serentak menolak rencana revisi tersebut.
© Copyright 2024, All Rights Reserved