Pengamat kebijakan energi menilai rencana pemerintah yang segera memasarkan produk baru bahan bakar minyak (BBM) Pertamina, pertalite, akhir bulan ini sebagai akal-akalan pemerintah untuk menaikkan harga jual BBM sejenis premium.
Pertalite merupakan BBM dengan RON 90 yang harganya akan di atas premium RON 88 dan di bawah pertamax RON 92. Artinya, dari sisi harga maka pertalite akan lebih mahal dari premium.
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria mengatakan, mengganti premium dengan pertalite adalah kebijakan yang sangat tidak fair dan tidak pro rakyat. “Ini karena pada dasarnya rakyat sudah membeli premium dengan harga yang sudah tidak ada muatan subsidi dari pemerintah," kata Sofyano Zakaria kepada persm, Minggu (19/04).
Menurut Sofyano, dengan membuat kebijakan menghapus premium dan memaksa masyarakat beralih ke pertalite dengan harga beli lebih mahal, maka pemerintah bisa dikatakan memberatkan beban keuangan rakyat.
Di sisi lain, pengamat kebijakan energi tersebut menyebut, jika pemerintah membuat alasan bahwa premium tidak ramah lingkungan, harusnya mampu menjelaskan secara terang benderang kepada masyarakat mengenai apa dampak negatifnya dari digunakannya premium.
"Itu yang harus bisa dibuktikan pemerintah, kalau premium telah merusak lingkungan di negeri ini. Bagaimanapun, premium sudah digunakan sejak puluhan tahun lamanya oleh rakyat Indonesia," ujar Sofyano.
Selain itu, kata Sofyano, sejak zaman Orde Baru, Indonesia sudah menggunakan premium, malah di bawah RON 88. Namun, hingga saat ini belum terdengar adanya survei atau penelitian tentang dampak penggunaan premium itu. “Pemerintah belum pernah menjelaskan dan tidak bisa membuktikan ke publik adanya masalah lingkungan, karena digunakannya premium RON 88, apalagi di bawah 88,” urai Sofyano.
Padahal, kata Sofyano, Amerika Serikat (AS), Rusia, Mesir, dan beberapa negara lain hingga saat ini masih menggunakan BBM sejenis premium RON di bawah 88.
Jadi jika premium dinyatakan sebagai BBM yang tidak ramah lingkungan, negara besar, seperti AS tentunya pasti sudah sejak lama melarang penggunaan premium RON 88. Apalagi yang di bawah RON 88.
"Kenyataannya pula, baik premium RON 88, atau pertalite maupun pertamax tetap saja masih mengandalkan impor dari luar negeri dan dibeli dari pemasok luar negeri pula. Artinya, bisa dinilai publik, tetap saja ada peluang bagi pengusaha hitam untuk bermain dalam pasokan BBM tersebut," pungkas Sofyano.
© Copyright 2024, All Rights Reserved