Kementerian Koordinator bidang Perekonomian saat ini sedang menyiapkan peraturan yang memungkinkan berbagi pakai peta mengingat saat ini peta-peta tematik tidak semua boleh diakses oleh publik. Kebijakan ini akan diluncurkan bulan ini, untuk mendukung Kebijakan Satu Peta (KSP).
Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Hasanuddin Z. Abidin mengatakan, pihaknya optimis proses pembuatan Satu Peta akan selesai tepat pada waktu dan dapat diluncurkan sesuai target pada 18 Agustus 2018.
Menurutnya Kebijakan Satu Peta memang harus bisa diakses oleh publik. Karena tanpa bisa diakses publik maka Kebijakan Satu Peta akan menjadi sia-sia.
Tetapi untuk bisa berbagipakai peta, tentu harus ada izin dari walipeta atau pemilik peta utamanya peta-peta tematik. Karena ada peta yang bisa diakses publik, ada yang intern dan ada juga yang hanya boleh dilihat tanpa bisa dicetak. Bahkan ada hal-hal yang harus dirahasiakan seperti kepemilikan lahan.
Hasanuddin mengatakan, saat ini BIG serius menggarap percepatan KSP. Karena kebijakan ini sangat penting, mengingat pengembangan kawasan atau infrastruktur seringkali terbentur dengan sejumlah masalah terkait pemanfaatan ruang dan penggunaan lahan.
“Peta untuk Kalimantan dan Sulawesi sudah selesai. Tahun ini pulau Jawa, Papua dan Nusa Tenggara bisa dituntaskan, mengingat beberapa peta tematiknya sudah ada,” katanya kepada politikindonesia.com di sela Sosialisasi Percepatan Pelaksanaan KSP di Tingkat Daerah Wilayah Jawa, di Jakarta, Kamis (01/02).
Diungkapkan, pada peluncuran KSP Agustus mendatang, pemerintah akan merencanakan Portal KSP yang berisikan data hasil kompilasi dan integrasi untuk seluruh wilayah Indonesia yang rencananya diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Oleh sebab itu, seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah perlu menyiapkan jaringan infrastruktur yang siap beroperasi sesuai dengan standar minimal yang ditetapkan oleh BIG.
“Kami juga berupaya mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada, baik yang berasal dari sumber APBN, APBD dan hibah melalui mitra (MCA-I, WRI dan sebagainya).
Seluruh operasionalisasi terhadap jaringan dan aplikasi di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah harus kami koordinasikan agar seragam dan kompatibel Sehingga memudahkan proses berbagai pakai kedepan,” paparnya.
Dijelaskan, KSP merupakan upaya perwujudan peta dengan satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal. Sehingga KSP merupakan upaya pemerintah untuk mewujudkan satu referensi dan satu standar yang menjadi acuan bersama dalam penyusunan berbagai kebijakan terkait perencanaan dan pemanfaatan ruang.
“Langkah percepatan telah berjalan selama hampir dua tahun sejak penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan KSP pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000. Hal itu dimaksudkan
untuk mengurangi tumpang tindih pemanfaatan ruang dan penggunaan lahan,” ujarnya.
Menurutnya, KSP mencakup pengumpulan atau kompilasi 85 Informasi Geospasial Tematik (IGT), serta memperbaiki inkonsistensi peta-peta tersebut. Selain iti juga menyelaraskan atau mengintegrasikan dengan peta dasar Rupa Bumi Indonesia (RBI) agar memudahkan proses berbagi pakai. Di awal terbitnya Perpres, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo memberikan arahan untuk mendahulukan penyelesaian integrasi di wilayah Kalimantan, yang telah dilaksanakan pada tahun 2016.
“Di awal terbitnya Perpres, presiden menekankan Kalimantan didahulukan. Itu sebabnya Kalimantan yang sudah paling jauh kesiapan petanya. Tahun 2017 diselesaikan semua wilayah lain, kecuali Jawa dan Papua. Sedangkan wilayah Jawa dan Papua diselesaikan pada tahun 2018 ini,” tuturnya.
Dalam waktu bersamaan, lanjutnya, Tim KSP juga tengah menyiapkan fasilitasi proses sinkronisasi penyelesaian konflik pemanfaatan ruang dan perizinan yang terjadi. Mengingat pentingnya kegiatan sinkronisasi tersebut, Pemerintah Daerah dan Kementerian/Lembaga agar mengidentifikasi isu-isu tumpang tindih kawasan, sehingga dapat difasilitasi penyelesaiannya.
“Selama pelaksanaan kompilasi dan integrasi hingga saat ini, masih terdapat kendala yang dihadapi yaitu belum tersedianya IGT Batas Desa dan IGT Tanah Ulayat. Karena kedua IGT tersebut belum mendapat pengesahan dari kementerian/lembaga atau walidata terkait,” tandas dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved