Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terus menyoroti berbagai kasus penyimpangan praktik kedokteran. Kasus tersebut berfokus pada orang yang bukan dokter, tapi berperilaku layaknya dokter. Bahkan buka praktik atau klinik sendiri.
Bahkan, orang yang layaknya berperilaku dokter tersebut kerap mendapat banyak undangan menjadi narasumber atau pembicara suatu acara. Padahal, sebenarnya orang itu tidak punya kompetensi apapun sebagai dokter.
“Kami menyebutnya, seseorang yang bukan dokter, lalu bertindak sebagaimana dokter sungguhan itu namanya dokteroid. Mungkin istilah ini masih belum banyak di dengar masyarakat,” kata Ketua Umum Pengurus Besar (PB) IDI, Oetama Marsis kepada politikindonesia.com di Kantor Pusat PB IDI, Jakarta, Kamis (01/02).
Dijelaskan, dokteroid adalah pihak yang tidak memiliki ijazah serta kompetensi dokter. Dokteroid ini kemudian memberikan diri untuk menjalankan praktik kedokteran yang tidak sesuai dengan kompetensi dan kapasitasnya. Jumlah dokteroid yang datanya telah dihimpun dan telah dilakukan penindakan, baik oleh Dinas Kesehatan atau aparat penegak hukum sepanjang 2017 ada sekitar 15 kasus.
“Beberapa kasus, diantaranya yakni yang terjadi pada Mei 2017 lalu, telah diringkus dokter kecantikan palsu yang berpraktik di toilet di sebuah mall di Jakarta Pusat. Lalu pada Juni 2017, di Surabaya, dilaporkan keberadaan dokter spesialis patologi anatomi palsu yang kemudian segera ditindak oleh Dinas Kesehatan setempat,” ujarnya.
Bahkan, lanjutnya, menjadi pemberitaan juga kasus mengenai Jeng Ana pada bulan Juni 2017 yang memberikan pendapat medis serta melakukan pemeriksaan medis. Padahal yang bersangkutan tidak memiliki kompetensi dibidang tersebut. Jadi pihaknya masih melihat kasus dokteroid sebagai fenomena gunung es karena masih banyak yang luput dari pengawasan.
“Adapun kasus terbaru yang berhasil diungkap oleh Polri mengenai dokteroid adalah penjualan surat sakit palsu. Dokteroid ini datanya telah di himpun dan telah dilakukan penindakan, baik oleh dinas kesehatan atau aparat penegak hukum,” paparnya.
Menurutnya, dalam Undang-undang Praktik Kedokteran, syarat untuk menjalankan praktik kedokteran adalah harus memiliki STR. Sedangkan untuk mendapatkan STR, seseorang harus memiliki ijazah dokter yang diterbitkan oleh fakultas kedokteran. Selain itu, juga memiliki sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh kolegium (bagian dari IDI).
“Kami pun mengistilahkan orang-orang yang tidak memiliki persyaratan tersebut sebagai dokteroid. Tindakan mereka dimasukkan ke dalam tindak pidana umum. Khusus untuk profesional lain yang melakukan tindakan kedokteran, perlu dilakukan koordinasi dengan organisasi profesinya untuk memastikan bahwa tindakan tersebut di luar kompetensi dan kewenangannya,” pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved