Setahun berlalu setelah kerusuhan yang terjadi di Pulau Rempang, 7 Agustus 2023, warga Rempang masih terus berjuang agar mereka tidak direlokasi dari tempat mereka tinggal.
Pada 2007, warga Rempang sudah mendengar informasi tentang pembangunan Rempang Eco City. Sejak awal mereka sudah melakukan penolakan, namun investor memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU) resmi dari pemerintah untuk mengembangkan kawasan tersebut.
Konflik antara warga dari 16 kampung tua yang bersikukuh menolak pembangunan dan investor yang akan melakukan pembangunan tak terelakkan. Ada warga yang secara sukarela menerima relokasi, namun sebagian lainnya masih bertahan.
Kemarin, Rabu (15/8/2024) sebagian warga berangkat ke Jakarta dan melakukan aksi demonstrasi di Kedubes China dan Kemenko Perekonomian. Mereka meminta agar pembangunan dihentikan dan warga dibiarkan tetap hidup di tanah yang sudah ratusan tahun mereka tinggali.
Menurut catatan sejarah, pemukiman dan masyarakat telah berada di Kepulauan Rempang sejak 1834. Bahkan menurut kitab Tuhfat An-Nafis karya Raja Ali Haji (terbit perdana tahun 1890), disebutkan penduduk Pulau Rempang, Galang dan Bulang adalah keturunan dari laskar (prajurit) Kesultanan Riau Lingga yang sudah mendiami pulau-pulau tersebut sejak 1720, di masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah I.
Salah satu ibu yang ikut berdemonstrasi ke Jakarta adalah Amah. Perempuan berusia 45 tahun ini dengan lantang dan keras mengaku siap mati demi mempertahankan kampung halamannya, tempat dia tumbuh dan mencari kehidupan.
Pejuang Kasus Rempang, Amah, dengan kuat mengatakan, siap mati demi kampung halamannya.
Endah Lismartini dari politikidonesia.id menemui Amah setelah usai demonstrasi di Kedubes China.
Berikut petikan wawancaranya:
Sejak kapan kasus Rempang ini sebenarnya terjadi?
Mulai kejadian kasus Rempang itu kan tanggal 7 September 2023. Sampai hari ini, kami masyarakat Rempang masih tetap mempertahankan hak-hak kami yang ada di Rempang. Apa pun yang dilakukan pemerintah kepada kami, iming-iming atau apapun, kami masyarakat Rempang tidak akan mundur. Sudah berbagai cara dilakukan untuk memaksa kami, supaya masyarakat mau direlokasi. Tapi kami atas nama Rempang akan tetap menolak.
Sejak tanggal 22 bulan lalu, sudah 3 minggu ini kami membuat dapur umum. Saya termasuk yang mengelolanya. Kami adalah ibu-ibu yang berjuang, juga bapak-bapak yang tidur di emperan jalan setiap malam untuk menjaga Rempang. Tapi apa yang kami dapatkan sampai saat ini? Tidak ada keadilan sama sekali untuk kami. Di mana pemerintah? Di mana presiden yang menjanjikan untuk menyejahterakan rakyat. Sementara kami rakyat Rempang, sampai saat ini masih menderita. Masih kami diintimidasi.
Apa saja bentuk intimidasi yang diterima?
Berbagai cara. Mereka datang, membujuk, merayu ke masyarakat. Sampai kami membuat kegiatan yang berupa penolakan pembangunan Rempang Eco City (REC), itu dilarang. Didatangi oleh mereka. Kami tidak boleh melakukan orasi-orasi. Tetapi, biar bagaimanapun, kami masyarakat Rempang tetap menjalankan misi-misi kami. Kami tetap semangat untuk berjuang.
Mengalami teror juga?
Kalau teror sudahlah. Itu kami sudah tak pedulikan lagi. Buat kami sekarang ini, apapun bentuk intimidasi, dan segala macam teror, kami sudah tidak takut lagi. Kami sudah siap berjuang. Kami siap mati demi kampung halaman kami.
Berapa jumlah warga Rempang yang melawan?
Sekitar 80% warga Rempang memilih melawan dan menolak pembangunan REC ini. 20% nya sudah kompromi.
Kompromi bagaimana?
Mereka sudah bersedia direlokasi. Alhamdulillah, meski saya sudah mengalami teror dan lain lain, bahkan sampai mereka mendatangi saya, Alhamdulillah saya tetap keukeuh menolak dan tetap melawan. Apa pun itu bentuk bujukannya, saya tetap menolak.
Mengapa Anda tetap keras menolak?
Karena di situlah mata pencaharian kami sebagai petani, di situ juga mata pencaharian kami sebagai nelayan. Kalau tanah kami di situ diambil, lalu kami sebagai masyarakat Rempang akan dikemanakan? Kalau kampung kami diambil, kami akan ke mana? Kami enggak punya kampung, lalu apa gunanya kami hidup kalau kami enggak punya kampung? Jadi lebih baik kami mati saja dari pada kehilangan kampung. Kami masyarakat Rempang siap mati kalau kampung kami diambil.
Jadi sudah berapa lama berjuang untuk mempertahankan kampung halaman?
Sudah satu tahun kami berjuang. Kami berjuang mulai 18 Agustus 2023 dan masih terus berjuang sampai sekarang. Jadi sudah satu tahun kami berjuang.
Sampai sekarang tidak ada progres yang mengarah win win solution?
Tidak ada sama sekali. Tidak ada progres yang membaik buat kami. Pihak pemerintah sama sekali tidak pernah memberikan sesuatu yang memberikan harapan pada masyarakat. Tidak ada. Mereka cuma komit sama kemauan mereka sendiri, relokasi. Cuma itu saja yang disampaikan terus menerus. Jadi kami sebagai masyarakat asli Rempang juga tetap kekeh dengan pendirian kami. Jadi kalau pemerintah bertahan dengan pendirian mereka, kami juga bertahan dengan pendirian kami. Kami tetap menolak relokasi. Jadi kami meminta pada pimpinan perusahaan dan juga pada presiden, kami warga Rempang tetap tidak setuju PSN Rempang Eco City tersebut.
Presiden Jokowi pernah ke Rempang?
Pernah. Dua kali Pak Presiden datang ke Rempang. Pertama, dia datang ke kantor kecamatan. Kami enggak tahu urusan apa. Yang kedua datang lagi untuk meresmikan bendungan.
Sekarang sudah dapat respon dari Pak Jokowi?
Enggak ada. Sama sekali enggak ada respon dari Pak Jokowi.
Mengapa demo juga ke Kedubes Tiongkok?
Karena pembangunan Rempang Eco City itu juga dibiayai oleh Tiongkok. Jadi investornya dari China. Pokoknya, harapan kami masyarakat Rempang adalah, cabut PSN Rempang Eco City ini. Cabut itu. Kami menolak direlokasi.
Kondisi di sana bagaimana? Apakah sudah ada pematokan lahan atau hal-hal lain yang menunjukkan pembangunan terus berjalan?
Dulu kami kalah. Dulu kami takut dengan intimidasi, karena personel mereka menggunakan senjata lengkap. Makanya kami kalah. Kami ini keluarga orang Melayu, yang tak punya benda, tak paham dengan situasi ini, jadi kami takut. Makanya kami kalah. Jadi kami lihat mereka patok. Karena yang patok itu kan orang TNI sendiri. TNI dan Polri yang turun tangan berkecimpung di PSN Rempang Eco City. Jadi pemerintah mengerahkan aparat negara untuk merampas hak-hak masyarakat.
Tapi kepemilikan lahan itu jelas ya? Warga punya surat-suratnya?
Ada. Kami punya surat-surat. Bukti kepemilikan kami punya.
Sebenarnya apa yang ditawarkan pemerintah sebagai bentuk ganti rugi?
Tawaran mereka untuk yang bersedia digusur adalah disediakan rumah tipe 45 dan lahan sebesar 500 m2. Per orang diganti Rp1,2 juta untuk tahap tunggu. Itu angka per kepala. Tapi bagi, itu sama sekali tidak layak. Saat ini, meski rumah kami cuma gubuk, tapi kami tetap merasa nyaman di rumah kami dari pada rumah yang disediakan pemerintah. Memang kami sudah sejak lama tinggal di situ, budaya kami sudah di situ. Sudah turun temurun kami di situ. Jadi kami tetap menolak.
Lalu sejak kapan muncul kesadaran warga untuk memilih tak membiarkan dan bersatu untuk melawan?
Sejak setahun lalu. Sejak itu kami tak pernah kendur. Sejak 22 Agustus tahun lalu sampai sekarang, kami masyarakat Rempang tidak pernah kendur. Kami tetap menolak. Walau pun mereka datang dengan berbagai cara, termasuk mengirim keluarga kami sendiri untuk membujuk, kami tetap menolak. Jadi sekarang banyak keluarga yang putus silaturahmi karena berbeda pendapat. Ada yang setuju direlokasi, dan banyak juga yang menolak. Jadi di mana keadilan pemerintah?
Karena bertentangan pendapat, kami sesama warga dan keluarga di Rempang sekarang saling konflik. Dengan kata lain, mereka yang membujuk kami itu seperti mengatakan, kalau kalian tidak mau pindah, kalian tidak dapat apa-apa. Apa yang kalian tunggu di sini? Pembangunan tetap jalan. Kalau kalian tidak ikut, kalian tidak akan dapat apa-apa. Seperti itu salah satu ancaman yang saya terima secara pribadi. Hal itu disampaikan oleh aparat pemerintah setempat.
Sampai kapan akan melawan?
Sampai mati. Kami akan tetap dan terus melawan. Kami siap mati demi Rempang. Selagi nyawa kami masih di badan, kami akan tetap melawan.
Sudah tidak ada rasa takut lagi?
Tidak ada. Kami sudah tidak ada lagi rasa takut. Kami juga sudah tidak ada rasa percaya dengan aparat-aparat setempat, siapa pun itu. Kami sudah tidak takut lagi. Apalagi kalau cuma RT atau RW, kami tidak takut. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved