PDIP membantah menggunakan alat kekuasaan demi memenangkan Pilkada 2018. Pernyataan tersebut merujuk keputusan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang juga kader PDIP, menunjuk jenderal polisi sebagai penjabat Gubernur.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, pihak-pihak yang menuding PDIP menggunakan alat kekuasaan, berarti pernah melakukannya.
"Yang berpikir itu merupakan bagian dari pemenangan dengan segala cara, mungkin masa lalunya punya pengalaman menggunakan alat-alat kekuasaan itu," kata Hasto di Wisma Kinasih, Depok, Jawa Barat (28/01).
Untuk itu Hasto meminta partai-partai yang berada dalam pemerintahan jangan berpikir jangka pendek menggunakan alat kekuasaan demi sekedar memenangkan pertarungan pemilihan umum.
Hasto menjelaskan di PDIP pihaknya dididik untuk taat pada hukum dan undang-undang. "Hakikat politik itu memenangkan hati rakyat bukan menakut-nakuti rakyat apa lagi menggunakan kekuasaan dengan segala cara," kata Hasto.
Hasto mengatakan, PDIP memiliki pengalaman buruk diintervensi oleh penguasa. Sebabnya PDIP justru meminta agar alat-alat negara bisa menjalankan tugas sebaiknya tanpa intervensi kekuasaan. "Biarlah rakyat yang menjadi hakim," ujar Hasto.
Sebelumya, penunjukan jenderal polisi aktif oleh Mendagri sebagai penjabat gubernur menuai kritik dari sejumlah pihak. Mendagri mengusulkan Asisten Operasi Kapolri Inspektur Jenderal M. Iriawan untuk mengisi kursi gubernur Jawa Barat yang kosong setelah Gubernur Ahmad Heryawan habis masa jabatannya. Selain Iriawan, Tjahjo menunjuk pula Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Martuani Sormin sebagai pejabat Gubernur Sumatera Utara.
Dalam pemilihan gubernur Jawa Barat, PDIP mengusung kolega Iriawan di kepolisian yaitu Wakil Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian Inspektur Jenderal Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur mendampingi Tubagus Hasanuddin. Adapun di Sumatera Utara PDIP mengusung duet Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus.
© Copyright 2024, All Rights Reserved