Pusat Kajian Pangan dan Advokasi (Pataka) dan Universitas Trisakti meresmikan Kampus Akademi Sapi Oentoek Rakjat (Aksara) Alexis Farm, di Kampung Nagrak, Desa Ciangsana, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kampus ini digagas untuk mengedukasi peternak sapi rakyat mengembangkan usaha peternakannya menjadi bisnis yang lebih menguntungkan.
“Di kampus tersebut, peternak bisa belajar banyak cara budidaya peternakan sapi potong yang baik. Alhasil, nantinya harga sapi yang dijual juga menguntungkan,” kata Ketua Pataka, Yeka Hendra Fatika, kepada politikindonesia.com disela-sela acara peresmian kampus tersebut, Rabu (07/02).
Menurutnya, kampus ini merupakan sebuah gerakan kultural yang bermula dari kondisi peternak rakyat saat ini. Semua itu, tidak terlepas dari kegelisahan para peternak terhadap kondisi peternakan sebagai sub sektor agribisnis yang belum memberikan pendapatan yang optimal secara merata. Sehingga diperlukan gerakan mandiri secara kultural untuk memajukan perekonomian pendapatan rumah tangga peternak.
“Merujuk riset yang kami buat, umumnya para peternak merindukan transfer teknologi terbaru. Karena masih banyak terlihat peternak yang miskin, walau tak sedikit ada juga yang sukses padahal mereka tinggal di desa yang sama. Hal tersebut perlu dievaluasi, dimana kesalahannya,” ungkap Yeka.
Dengan peresmian kampus ini, lanjutnya, para peternak bisa belajar mengenai cara budidaya sapi potong yang baik hingga pemasarannya. Nantinya, para peternak bisa belajar hal tersebut di kelas reguler atau intensif. Sehingga peternak menjadi tangguh dan mandiri. Jadi, akademi ini merupakan sarana pembelajaran pendidikan vokasional secara informal atau dari peternak ahli kepada peternak yang belum ahli.
“Para peternak bisa belajar di kampus ini dengan gratis menggunakan fasilitas yang sudah ada. Kalaupun ada iuran, sifatnya sukarela. Sehingga para peternak bisa meningkatkan keterampilan dan wawasannya secara gratis. Selain itu, mereka juga, tidak perlu lagi melakukan latihan uji coba mengembangkan bisnis. Karena mereka akan mendapatkan teknik dan metode serta menageman pengelolaan berternak sapi dengan evisien,” paparnya.
Diakui, untuk melengkapi sarana dan prasarana, pihaknya membutuhkan dana, khususnya untuk membangun kandang. Oleh sebab itu, pihaknya sempat melakukan lelang sapi usai acara peresmian kampus tersebut. Sapi yang diperoleh dari peternak, lalu dilelang dan terjual 5 pedet (anak sapi) jenis Limosin. Sapi tersebut berusia 8 bulan dengan bobot 220 ton.
“Mereka yang membeli sapi tersebut secara langsung akan menjadi pemilik yang akan digunakan sebagai laboratorium untuk pasarnya. Selain itu, kampus ini juga akan mengintroduksi teknologi peternakan yang tepat guna yang saat ini digunakan oleh para ahli peternak sapi yang sudah sukses. Sehingga para peternak yang belum sukses bisa meningkatkan wawasannya,” urainnya.
Dijelaskan, pihaknya pun berencana mengembangkan kampus seperti ini secara cepat di beberapa provinsi di Indonesia. Formatnya, pihaknya akan melakukan kerjasama dengan seluruh balai peternakan di Indonesia. Karena kedepannya, akan ada peternak yang konsen dengan pembesaran. Jadi, saat peternak pembesaran memerlukan pedet tidak perlu lagi dari para penjual sapi (blantik) dan tidak perlu lagi beli ke pasar. Namun, para peternak bisa mendapatkannya dari peternak pembesaran yang sudah dibina di kampus ini.
“Begitu juga dengn peternak penggemukan, tak perlu lagi membeli pedet dari penjual sapi atau pasar hewan. Mereka bisa langsung membelinya dari peternak pembesaran yang kami bina. Kami juga akan mencoba menfasilitasi pemasarannya. Karena harapan kami, Aksara ini bisa membuat rantai pasok sapi di Indonesia menjadi lebih efesien,” imbuhnya.
Sementara itu, Rektor Universitas Trisakti Ali Gufron Mufti menambahkan, sebenarnya konsumsi potensi sumberdaya alam Indonesia sangat besar, termasuk peternak. Apabila, ternak sapi di dalam negeri bisa dikembangkan dengan baik, maka Indonesia tidak lagi tergantung pasokan daging dan dari Australia. Karena kunci agar Indonesia bisa mengalahkan Australia dalam peternakan sapi adalah efisien. Jika biaya produksi masih di atas Rp15.000 per kg, maka akan sulit peternakan sapi di dalam negeri untuk bisa bersaing.
“Kunci lain usaha ternak sapi potong rakyat adalah peternak harus cinta sama sapi. Sediakan rumput sebagai bahan baku pakan baik serta memadai dan cegah penyakit. Kalau tidak sulit, peternak rakyat bisa berkembang. Kami juga akan terus berkomitmen untuk mengembangkan sapi untuk rakyat. Karena selama ini lahan seluas 123 ha ini memang belum dioptimalkan. Kami hanya memanfaatkan untuk membangun beberapa kandang sapi serta menanam buah naga, rambutan dan pisang,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Bibit dan Produksi Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Sugiono menegaskan sektor sub peternakan merupakan bagian integral dari swasembada pangan. Karena, kalau berbicara kedaulatan pangan tanpa swasembada peternakan itu semua menjadi sia-sia. Sekarang ini eranya komsumsi daging yang menjadi bagian dalam generasi muda. Sayangnya, angka konsumsi daging di Indonesia masih rendah. Sekitar 12 kilogram (kg) per kapita per tahun. Padahal, idealnya diatas 30 kilogram/kapita/tahun.
“Sub sektor peternakan merupakan komoditas strategis adalah daging sapi. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri masih perlu impor sebanyak 32 persen atau setara 127.000 ton. Kekurangan pemenuhan daging sapi itu dipenuhi 18 persen dari sapi bakalan dan 14 persen dari daging sapi. Asumsi tersebut dengan memperhitungkan produksi daging sapi tahun 2016 sebesar 524.100 ton dengan tingkat konsumsi daging sapi sebanyak 2,52 kg per kapita per tahun,” paparnya.
Dikatakan, keputusan melakukan importasi berupa sapi bakalan dan daging sapi dilakukan dalam Rakor Menko Perekonomian. Sehingga dibutuhkan optimalisasi sumber daya lokal untuk mengurangi ketergantungan impor sekaligus mendukung gagasan Indonesia sebagai Lumbung Pangan tahun 2045. Padahal disatu sisi secara faktual usaha pengembangbiakan sapi potong sekitar 98 persen merupakan usaha budidaya rakyat dengan skala kepemilikan 2-4 ekor dan dilakukansecara intensif.
“Pola usaha ini perlu ditingkatkan skala usaha dan manajemen usaha yang lebih baik agar dapat meningkatkan kesejahteraan peternak. Apalagi, hingga saat ini usaha pembibitan belum banyak dilirik para investor dan dunia usaha. Hal itu lantaran, perputaran modalnya cukup lama. Oleh sebab itu, kami mengambil alih dengan mengelola 10 Unit Pelayanan Teknis, tiga diantaranya penghasil benih dan tujuh penghasil bibit yang akan disebarkan ke peternak. Sehingga meningkatkan populasi ternak sapi dengan kualitas produk yang baik,” pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved