Aliansi oposisi Malaysia, Minggu (07/01), menunjuk mantan perdana menteri Mahathir Mohamad, sebagai kandidat perdana menteri untuk pemilihan umum tahun ini. Hal ini dilakukan meskipun mantan pemimpin yang berkuasa selama dua dekade tersebut sekarang berusia 92 tahun.
Ketika pemimpin oposisi paling populer di negara itu Anwar Ibrahim di penjara, Mahathir dipandang sebagai ancaman terbesar bagi PM Najib Razak, yang akan menggelar pemilu pada Agustus 2018 namun dirinya diliputi oleh skandal korupsi.
Namun, sebuah survei independen menunjukkan, pihak oposisi akan sulit mengalahkan Najib, karena perpecahan di kamp mereka sendiri dan perubahan batas pemilihan yang tidak menguntungkan.
Mahathir dan Anwar telah bersatu untuk menurunkan Najib. Kemenangan pemilihan oleh aliansi mereka juga berpotensi membuka jalan bagi Anwar untuk kembali dan mengambil alih jabatan sebagai perdana menteri.
Sekretaris Jenderal Aliansi Saifuddin Abdullah mengatakan, jika oposisi menang, maka kubu oposisi akan segera memulai proses untuk mendapatkan pengampunan kerajaan bagi Anwar sehingga dia bisa menjadi perdana menteri.
Istri Anwar Wan Azizah Wan Ismail akan menjadi kandidat koalisi untuk wakil perdana menteri.
Jika menang maka Mahathir -yang selama masa jabatan 22 tahun sebagai perdana menteri mendapatkan reputasi sebagai seorang otoriter yang tidak masuk akal- akan menjadi pemimpin tertua di dunia.
Namun, menurut sebuah survei yang dilakukan oleh perusahaan pemungutan suara independen Merdeka Center pada Desember lalu, oposisi pimpinan Mahathir tampaknya tidak mungkin menggulingkan koalisi Barisan Nasional (BN) yang berkuasa.
Mengutip The Malaysian Insight, survei tersebut menunjukkan bahwa meskipun bagian suara BN dari pemungutan suara akan menyusut tajam, kemungkinan BN akan tetap memperoleh kembali dua pertiga mayoritas di parlemen.
Direktur Merdeka Centre, Ibrahim Suffian, mengatakan kelompok pimpinan Mahathir berada dalam posisi yang kurang menguntungkan karena perpecahan dalam oposisi dan penggambaran kembali batas-batas pemilihan yang menurut para kritikus disukai pemerintah yang berkuasa.
Partai Islam Pan-Malaysia (PAS), yang merupakan bagian dari kelompok oposisi pada tahun 2013, tidak lagi menjadi bagian dari perjanjian tersebut.
"Kami sangat skeptis terhadap prospek oposisi jika mereka terus terpecah seperti sekarang," kata Ibrahim.
© Copyright 2024, All Rights Reserved