Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mencoba meredam kekhawatiran masyarakat luas atas terkuaknya kasus vaksin palsu oleh Kepolisian. Jika benar vaksin palsu tersebut berisi cairan infus dan antibiotik gentamicin, maka dampaknya tidak akan terlalu besar pada tumbuh kembang anak. Cairan infus tersebut juga tidak memiliki efek samping. Terlepas dari itu, Nila menyebut pemalsu vaksin tersebut layak dihukum mati. Kejahatan itu telah mengancam keselamatan calon generasi mendatang, anak dan balita.
Demikian disampaikannya kepada politikindonesia.com usai rapat kerja dengan Komisi IX DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (27/06). "Saat ini kami belum mengetahui secara pasti, apa isi dari vaksin palsu tersebut. Karena vaksin palsu merupakan barang sitaan. Jadi kami tidak bisa ambil untuk diuji. Namun, saya mendapat informasi dari Bareskrim, kalau isi vaksin palsu itu adalah cairan antibiotik atau cairan infus. Kalau memang benar itu isinya, maka dampaknya tidak terlalu besar," katanya.
Menkes menambahkan, jika benar vaksin berisi cairan infus atau antibiotik, tetap akan memberikan efek yang berbeda. Tapi, tak akan begitu berbahaya lantaran dosis pemberiannya sangat kecil.
Nila mengatakan, justru yang dikhawatirkan pihaknya saat ini, adalah cara pembuatan vaksin tersebut, steril atau tidak. Karena hal itu bisa menyebabkan reaksi di kulit dan daya tahan tubuh bayi itu. "Pembuatan vaksin harus sangat steril, baik materil maupun wadah. Karena itu, bila orangtua menemukan sesuatu yang janggal pada kulit bayi dan anak setelah vaksin agar melapor pada dokter anak setempat," ujar Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
Kepada Elva Setyaningrum, perempuan kelahiran Jakarta, 11 April 1949 membeberkan awal mula kasus vaksin palsu ini bisa terungkap. Ahli Otfalmologi mengaku geram atas munculnya kasus vaksin palsu ini. Menkes juga menjelaskan ketersediaan vaksin untuk program imunisasi nasional dan mengimbau masyarakat agar memvaksin ulang bayinya jika menjadi korban vaksin palsu. Berikut wawancaranya.
Bagaimana mula kasus vaksin palsu ini bisa terkuak?
Terungkapnya kasus praktik peredaran vaksin palsu untuk bayi ini berawal dari informasi masyarakat dan pemberitaan di media massa, mengenai adanya bayi yang meninggal setelah diimunisasi. Selain itu, juga ada laporan sebuah rumah sakit di Bogor yang curiga dengan vaksin yang dikirimkan sebuah distributor. Setelah dicek di laboratorium ternyata palsu.
Vaksin palsu ini sudah beredar hampir di seluruh wilayah Indonesia sejak tahun 2003. Cara membuatnya, yakni dengan mencampur cairan infus dengan vaksin tetanus dan hasilnya vaksin untuk hepatitis, BCG dan campak. Untuk vaksin asli akan memberikan dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada balita. Karena vaksin berasal dari kuman yang dilemahkan dan membentuk sistem imun. Balita akan kebal terhadap berbagai penyakit jika mendapat vaksin asli. Kalau vaksin palsu, tidak ada imun yang dibentuk. Anak-anak tetap akan rentan terhadap penyakit.
Bagaimana sikap Anda dengan adanya penemuan ini?
Kami mengutuk keras perbuatan pemalsuan vaksin itu. Kasus ini dapat mengancam kesehatan generasi penerus bangsa. Kami juga sangat menentang dan tidak bisa memberi toleransi pemalsuan obat termasuk vaksin yang berbahaya pada kesehatan.
Kita bekerja sama dengan Bareskrim untuk mengungkap pelaku yang membuat maupun menyebarkan vaksin palsu. Kami tidak akan tinggal diam dengan rumah sakit yang terbukti terlibat baik pemerintah maupun swasta akan diberikan sanksi sesuai dengan perundangan yang berlaku.
Kami sangat mendukung penegakan hukum pada para pihak yang terlibat kejahatan ini. Secara pribadi, kalau sampai merusak generasi kita, saya kira pelakunya pantas dihukum mati.
Tanggapan Anda dengan tudingan DPR RI mengenai adanya pernainan antara Badan POM?
Beredarnya vaksin palsu di sejumlah wilayah di Indonesia bukan kelalaian kami. Namun hal itu merupakan ulah oknum yang kini telah ditangkap. Kami pun tidak berpangku tangan dalam kasus ini. Kami terus bekerjasama dengan Bareskrim untuk mengungkap kasus ini. Selain itu, kami juga masih menelusuri rumah sakit dan fasilitas kesehatan mana saja yang memanfaatkan vaksin palsu itu. Bila sudah ada data, kami bisa memberikan vaksin ulang ke anak-anak tersebut.
Bagaimana dengan ketersediaan vaksin untuk program imunisasi yang diselenggarakan pemerintah?
Kementerian Kesehatan menjalankan program imunisasi secara nasional. Secara otomatis juga ketersediaan vaksin untuk program imunisasi tersebut terjamin sudah pasti terjamin keamanannya. Karena vaksin tersebut disediakan oleh pemerintah, diberikan kepada provinsi dan didistribusikan kepada kabupaten/ kota sampai ke Posyandu. Sehingga vaksin untuk program imunisasi yang diselenggarakan oleh pemerintah dapat dimanfaatkan oleh seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, baik fasilitas pemerintah maupun swasta.
Bagaimana dengan penyelenggaraan imunisasi tersebut?
Dalam penyelenggaraan imunisasi nasional, seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, diimbau agar melakukan kontrol ketat dalam pengadaan vaksin dari produsen dan pedagang besar farmasi (PBF) resmi. Selain itu juga melakukan pengelolaan vaksin yang baik, mulai dari pengadaan, pencatatan, penyimpanan dan penggunaan sesuai dengan standar dan persyaratan yang berlaku. Sehingga dapat dilakukan penelusuran balik mampu. Bahkan, seluruh fasilitas pelayanan kesehatan harus melaporkan kepada Badan POM, jika ditemukan adanya dugaan penyimpangan.
Apa himbauan kepada masyarakat terkait kasus ini?
Kepada masyarakat, silahkan tetap melakukan imunisasi di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai upaya memberikan kekebalan bagi buah hati terhadap penyakit. Begitu juga pada fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan imunisasi supaya melakukan kontrol ketat.
Kontrol dilakukan mulai dari produsen hingga ke distributor. Sementara itu, bagi para ibu yang bayinya disuntik vaksin palsu untuk melapor ke dinas kesehatan setempat. Nantinya bayi-bayi tersebut akan disuntik vaksin lagi agar mendapat imunisasi lengkap. Karena ini program pemerintah, bahkan kami memberikan vaksin yang normal secara gratis juga.
© Copyright 2024, All Rights Reserved