Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi UU Pemilu terkait masa jabatan Presiden dan wakil presiden. Gugatan tidak diterima, karena pemohon dinilai tak punya kedudukan hukum terkait uji materi tersebut.
Permohonan uji materi ini dajukan Muhammad Hafiz, Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa, Perkumpulan Rakyat Proletar untuk Konstitusi. Ia meminta MK menyatakan frasa “Presiden atau Wakil Presiden” pada Pasal 169 huruf n UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pasangan presiden dan wapres yang sama dalam satu masa jabatan yang sama
Pemohon dalam gugatannya juga meminta MK menyatakan frasa “selama 2 kali masa jabatan dalam jabatan yang sama” pada Pasal 169 huruf n beserta penjelasannya UU Pemilu bertentangna dengn UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai berturut-turut.
Alasan gugatan itu diajukan, karena akibat aturan tersebut, Jusuf Kalla, yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden, tidak bisa jadi peserta Pilpres 2019. JK tidak bisa jadi peserta pilpres karena terbentur konstitusi dan UU No 7/2017 tentang Pemilu. Karena itu, penggugat meminta agar Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i dinyatakan bertentangan dengan konstitusi.
Tapi, hakim konstitusi tidak sependapat dengan menolak gugatan itu. "Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," ujar Hakim Konstitusi Anwar Usman membacakan putusan di gedung MK, Jakarta, Kamis (29/06).
Dalam pertimbangannya, mahkamah menyebut MK berwenang mengadili permohonan a quo. Tapi karena pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai pemohon, maka pokok permohonan tidak dipertimbangkan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved