Langkah untuk melakukan {reshuffle} kabinet tampaknya menjadi pilihan yang tepat bagi Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menembus kebekuan dan membuka peluang bagi terciptanya iklim kerja yang dinamis di kabinet.
Perombakan kabinet ini penting untuk memenuhi harapan publik dan agenda kerja yang mendesak dari perintahan Megawati Diharapkan, Presiden Megawati tidak ragu-ragu merombak kabinetnya , jika dirinya tidak puas dengan dengan kinerja para menterinya
Dorongan untuk merombak kabinet itu muncul dari Ketua DPR Akbar Tandjung dan Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogeoritno, ketika dimintai tanggapannya soal pernyataan Presiden Megawati yang mengaku memimpin pemerintahan keranjang sampah, akibat begitu banyaknya, pada waktu lalu, kalangan birokrat itu tidak mau turun ke lapangan.
“Keberhasilan kabinet berada di tangan presiden, kalau beliau merasa tidak {happy} atau tidak puas dengan perform kinerja kabinet atau menteri-menterinya, setiap saat presiden bisa mengganti,” tegas Akbar yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (12/02/2002).
Ditekankan Akbar, kalau alasan {reshuffle} tersebut rasional serta masuk akal dalam menjamin efektivitas pemerintahan, hal tersebut tidak akan menimbulkan masalah dan tentangan dari partai-partai politik.
Ia menjelaskan, walaupun kabinet sekarang anggota-anggotanya banyak diusulkan oleh partai-partai, namun pada akhirnya presiden lah yang harus mempertanggungjawabkan hasil kinerja maupun kebijakan tersebut. “Karena pada akhirnya, saya ulangi pada akhirnya yang bertanggung jawab itu adalah presiden. Jadi presiden tentu tidak bisa menyampaikan seolah-olah bukan tanggung jawab beliau,” tegasnya.
Secara pribadi Akbar menilai, di antara para menteri memang ada yang tidak kompak. "Kita sendiri juga melihat, kita merasakan antara satu menteri dengan menteri lain rasanya tidak klop, tidak sama," ungkapnya.
Sementara menyinggung tim ekonomi kabinet gotong royong dinilai Akbar juga belum solid. "Ini bisa dilihat dengan adanya pernyataan dari tokoh-tokoh yang ada di kabinet satu sama lain memang kurang begitu kompak, kurang begitu solid," paparnya seraya mengharapkan Presiden Megawati dapat memperkuat soliditas tim ekonomi tersebut.
Mengenai birokrasi dari pusat sampai daerah yang dikeluhkan presiden, Akbar berpendapat birokrasi itu hakikatnya bersih dari kepentingan-kepentingan politik dan harus dapat bersikap netral untuk dapat membuat pemerintahan bisa berjalan secara efektif.
Ketika ditanya apa imbauannya sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar karena mayoritas birokrasi masih dikuasai orang-orang Golkar, Akbar mengharapkan para birokrat dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam mendukung pemerintahan dan kalau hal itu tidak dapat dilakukan, maka setiap saat dapat diganti oleh pemerintah.
Akbar menambahkan, kalau ada kader Partai Golkar yang hendak diganti presiden, dirinya tidak keberatan karena itu merupakan hak prerogatif presiden.
Secara keseluruhan, Akbar Tandjung bisa memahami kesulitan yang dihadapi Presiden Megawati, karena saat ini Bangsa Indonesia sedang menghadapi krisis multidimensi, namun semua pihak masih memiliki harapan bahwa pemerintahan yang ada sekarang dapat membawa Indonesia keluar dari krisis. “Oleh karena itu, semua pihak harus mampu menciptakan kestabilan politik yang dibutuhkan untuk menjamin efektivitas pemerintahan," katanya
Berkaitan dengan kecaman Mega pada birokrasi yang dipimpinnya yang tak lain adalah “keranjang sampah”, menurut Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno, keluh kesah Mega menggambarkan Mega telah jengkel. “Kejengkelan itu cukup beralasan dan bisa dipertanggungjawabkan. Karena presiden melihat, seolah-olah semua kesalahan dilempar pada pemerintah dan pemerintah ibarat keranjang sampah,” tandas Tardjo di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (12/02/2002).
Sekadar diketahui, Mega mengkritik pemerintah sebagai “keranjang sampah” ketika membuka acara rakor yang diikuti para pejabat setingkat irjen, sekjen dan dirjen dan pejabat non-departemen di Hotel Indonesia, Senin kemarin (11/2/2002). Kecaman “keranjang sampah” ini sebelumnya pernah dilontarkan Mega pada kesempatan lainnya.
Perombakan kabinet sebagai jalan keluar, menurut Soetardjo, merupakan salah satu jalan untuk mengatasi kemandekan di pemerintahan dan hal itu merupakan hak presiden.
“{Reshuffle} kabinet itu kan hak presiden, kalau menteri tidak mampu ya harus diganti,” komentar Soetardjo Soerjogoeritno.
Dituturkan Soetardjo, Mega dulu pernah berkeluh kesah, Mega merasa bisa memegang leher para menteri, tapi tidak bisa memegang leher eselon I dan II karena ternyata mereka masih sisa-sisa laskar tajam yang berkuasa dulu. “Semua asal bapak ibu senang, itu masih jalan,” kata Soetardjo.
“Laporannya sering tidak objektif, asal ibu senang, padahal kenyataannya tidak begini. Contohnya bencana banjir di Jakarta dilaporkan tidak apa-apa. Jadi mega merasa seolah-olah pemerintah dilempari kesalahan,” tandasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved