Perdamaian di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) menjadi topik utama dari Delegasi Indonesia dalam sesi perdebatan umum Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ke-60 di New York, Senin (19/9) waktu setempat. Dalam pidatonya, delegasi Indonesia yang diwakili Menlu Hassan Wirajuda menegaskan keseriusan Pemerintah RI dalam membangun perdamaian di NAD.
Hassan mengungkapkan bahwa konflik separatisme di NAD sudah berlangsung selama tiga dekade dan sejak tahun 2000 pihak Pemerintah telah berupaya menciptakan perdamaian dengan cara dialog dan rekonsiliasi. Bencana alam tsunami pada Desember 2004 ternyata mempercepat proses perdamaian di NAD. "Meskipun demikian, rehabilitasi dan pembangunan tidak dapat berjalan mulus tanpa kedamaian," jelas Hassan.
Dalam pidato Hassan tersebut, pihak Pemerintah RI secara jujur mengakui bahwa konflik di NAD disebabkan oleh masalah ketidak-adilan ekonomi. Masyarakat NAD merasa tidak mendapat pembagian hasil pembangunan yang adil dari pemerintah pusat.
"Konflik tersebut telah menelan korban jiwa cukup besar, dan muncul lingkaran setan : kekerasan menghasilkan kemiskinan, dan kemiskinan itu sering memicu kekerasan," kata Hassan.
Dengan kemauan yang tulus dan sikap jujur dari kedua belak pihak, akhirnya pada Agustus 2005 lalu kesepakatan damai ditandatangani di Helsinki antara Pemerintah Indonesia dengan GAM.
Selain itu, Hassan juga menjelaskan kepada dunia bahwa perdamaian tercipta di NAD karena proses reformasi dan demokratisasi terus bergulir di negara Indonesia. "Perdamaian dan pembangunan di Aceh adalah buah dari reformasi dan demokratisasi di Indonesia. Mulai tahun ini, gubernur, bupati dan walikota semuanhya dipilih langsung oleh rakyat," kata Wirajuda lebih jauh.
Proses reformasi dan demokratisasi di Indonesia, jelas Hassan, bergerak cepat sejak 1998, salah satu caranya adalah mengamandemen undang-undang dasar, memperbaiki sistem hukum, dan juga melakukan pemberantasan korupsi.
"Kami sekarang menjalankan strategi ekonomi yang pro-pertumbuhan dan pro rakyat miskin. Kami memperkuat sektor ekspor, mendorong investasi sehingga membuka lapangan kerja, dan mempercepat pembangunan ekonomi pedesaaan," jelas Hassan mengungkapkan proses reformasi di Indonesia.
Menanggapi pidato Hassan Wirajuda, Presiden Majelis Umum PBB ke-60, Jan Elliasson dari Swedia, menyatakan bahwa peristiwa bencana tsunami yang telah menelan ratusan ribu korban jiwa tersebut telah menarik perhatian komunitas dunia. Jan juga menyampaikan simpati dan harapan kepada Indonesia agar dapat kembali bangkit setelah bencana.
© Copyright 2024, All Rights Reserved