Seiring dengan ditemukannya kasus kecurangan pembayaran pajak di Surabaya, Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo pun melarang pengusaha untuk mengisi dan membayar kewajiban pajak kepada orang-orang tertentu.
Peringatan ini disampaikan Tjiptardjo di hadapan 200 peserta sosialisasi pengisian SPT PPh Badan. Dia mengatakan bahwa kasus di Surabaya ditemukan fenomena keterlibatan orang yang bertanggungjawab dalam pembayaran pajak. "Mereka adalah orang yang dipercaya membayar pajak dengan petugas bank," kata Tjiptardjo, di Jakarta, Senin (19/04).
Kisah di Surabaya itu, kata Tjiptardjo, dalam membayarkan pajak, petugas yang dipercaya membayar pajak itu diketahui adalah orang yang tidak kompeten. Petugas itu kemudian bekerja sama dengan oknum bank yang bersepakat membuat SSP fiktif melalui sistem. "Bukti-buktinya dibuat. Ada, tapi uangnya tidak masuk," ujar Tjiptardjo.
Kantor Pajak berhasil membongkar karena saat ini Ditjen Pajak telah menerapkan e-payment. "Karena kita sudah menerapkan sistem pembayaran itu, peristiwanya baru ketahuan saat Kantor Pajak menegur perusahaan, mengapa tidak setor. Ini mohon perhatian di situ," katanya.
Dengan alasan itu Tjiptardjo melarang pengusaha menitipkan bayaran pajak kepada orang lain. "Saran saya, langsung saja bayar sendiri ke bank persepsi," katanya.
Kantor Pajak menyadari bahwa pengusaha memang memiliki kesibukan yang lebih. Tapi pada saat sekarang, diimbau untuk tidak mempercayakan sesuatu pada orang yang tidak kompeten. "Melalui mimbar ini saya sampaikan, imbauan mari bayar pajak betul-betul. Pengalaman dulu banyak kasus yang ditangani yaitu karena adanya rekayasa yang sifatnya penghindaran pajak dengan berbagai macam motif. Ada karena penggunaan faktur pajak tidak sah ada karena oknum. Ini yang paling marak dan manajemen tidak tahu. Ini perbuatan oknum di perusahaan," ujar dia.
Tjiptardjo mengingatkan, kalau seandainya hal itu ditemukan, pembayaran ongkos pajak ini semakin mahal. Misalnya kalau sanksi administrasi dan bahkan ditemukan sampai pidana, seandainya terbukti maka tebusan yang harus dibayar mencapai 500 persen. "Jadi jangan coba merekaysa, konsekuensinya ke pertanggungjawaban bapak ibu," ujarnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved