Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) pada 23 Juli lalu, baru saja berlalu. Peringatannya di berbagai daerah dirayakan dengan sukacita. Sekaligus, meninggalkan banyak pekerjaan rumah tentang upaya memperjuangkan hak-hak anak. Tanggung jawab kita bersama sebagai orang dewasa terhadap kehidupan mereka yang sehat dan sejahtera.
Anak-anak sebagai generasi penerus adalah persoalan bangsa. Saat ini masih banyak kasus yang menimpa anak-anak dan menjadi berita. Masalah kesehatan anak-anak masih sangat krusial. Persoalan laiinya, iklan atau promosi produk pangan yang tidak tepat yang mempengaruhi anak-anak.
“Dalam konteks perkembangan media dan teknologi yang pesat saat ini, jutaan anak dan orang tua terpapar tayangan iklan produk makanan dan minuman yang tidak tepat,” ujar pemerhati Iklan yang juga Ketua Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Winny Gunarti WW kepada politikindonesia.com disela-sela acara Diskusi Publik untuk memperingati HAN 2017, di Jakarta, Senin (07/08).
Winny menyebut, visualisasi iklan dan frekwensi penayangan yang tinggi menyebabkan banyak anak-anak yang terpengaruh untuk mengkonsumsi produk yang diiklankan tersebut. Padahal, produk yang diiklankan tersebut kandungan nutrisinya belum tentu sesuai dengan kebutuhan tubuh anak.
Winny mengkritik, kreatif iklan yang pada umumnya didesain lebih berpihak pada produk. Karena di dalamnya ada sejumlah kepentingan yang melibatkan banyak industri. Di antaranya, industri periklanan, media dan produsen produk.
Padahal, masa depan anak bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan orangtua saja, melainkan semua pihak, termasuk industri periklanan serta produsen makanan dan minuman.
“Tidak heran, bila tayangan iklan produk makanan dan minuman untuk anak-anak di televisi tidak secara terbuka memaparkan komposisi yang terkandung dalam produknya saat periklan. Karena fokusnya lebih untuk menjual produk semata, tanpa menyelipkan nilai edukasinya,” ujar dia.
Winny mengimbau masyarakat agar lebih cermat dan lebih kritis dan selektif terhadap tayangan iklan produk yang tidak bermanfaat bagi anak. Ia juga meminta pihak produsen, industri periklanan dan media elektronik agar tidak menjadikan anak-anak sebagai target iklan.
Masyarakat perlu lebih cermat, lebih kritis dan lebih selektif terhadap tayangan iklan produk yg tidak bermanfaat bagi anak. Pihak produsen, industri periklanan dan media elektronik juga diharapkan tidak menjadikan anak-anak sebagai target iklan.
"Hal ini sesuai dengan ketentuan 1.27 yg tercantum pada etika pariwara, bahwa iklan yang ditujukan kepada khalayak anak-anak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka" jelas Winny.
Sementara itu, anggota Satgas Perlindungan Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Rahmat Sentika menyampaikan mengenai persoalan gizi dan tumbuh kembang anak. Masalah asupan gizi anak tidak semata-mata disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga, melainkan juga kurangnya pengetahuan ibu. Anak yang seharusnya diberi ASI, tapi malah diberi makanan lain yang tinggi kandungan gula, garam dan lemak. Tidak heran kalau saat ini obesitas dan diabetes pada anak meningkat.
"Untuk memutus mata rantai masalah gizi, yang diperlukan adalah kerjasama seluruh pihak untuk peduli pada asupan pangan anak. Pemerintah seyogyanya memberikan perhatian lebih terhadap keamanan pangan yang dikonsumsi anak melalui pengawasan yang ketat terhadap produk pangan yang beredar, khususnya yang dikonsumsi anak- anak serta upaya promosi yang dilakukan produsen," imbuhnya.
Dia mengatakan, dengan adanya perhatian tersebut diharapkan produsen makanan dapat lebih bertanggung jawab dalam memberikan informasi penggunaan produk yang tepat kepada konsumen. Dengan adanya upaya bersama mengedukasi masyarakat ini sehingga dapat mencegah masyarakat memahami informasi yang salah atau sesat fikir yang diakibatkan oleh iklan atau promosi produk
"Dengan demikian, angka target menghasilkan Generasi Emas yang sehat, produktif dan membawa kejayaan Indonesia di tahun 2045 dapat tercapai. Tak hanya itu, masyarakat yang teredukasi tentang kesehatan dengan baik, secara perlahan-lahan dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan terbebas dari kemiskinan," tutupnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved