Permintaan dana Rp2 triliun oleh Komisi XI DPR kepada pemerintah sebagai imbalan karena telah berhasil melakukan optimalisasi penerimaan negara dari pajak sempat bikin heboh. Disamping tak sesuai undang-undang, banyak kalangan menilai hal itu bentuk kerakusan dewan.
Laurens Bahang Dama, anggota Komisi XI DPR mencoba mendudukkan persoalan tersebut. Ketika dikonfirmasi politikindonesia, politisi dari Partai Amanat Nasional tersebut menyanggah bahwa Komisi XI pernah mengajukan permintaan tersebut.
“Tidak ada istilah imbalan dalam hal itu. Mungkin Pak Achsanul mempunyai pendapat sendiri. Namun yang pasti Komisi XI tidak meminta imbalan tersebut,” tegas dia ketika ditemui di lobi Gedung Nusantara I, DPR, Senayan, Jumat (14/05).
Laurens menambahkan, Komisi XI saat itu hanya merekomendasikan agar pemerintah memberikan konsentrasi lebih banyak bagi pembangunan infrastruktur, khususnya bagi daerah tertinggal.
Lalu, katanya lagi, telah ada kesepakatan Badan Anggaran DPR dan pemerintah, dalam mengalokasikan dana Rp5,5 triliun untuk pembangunan infrastuktur daerah tertinggal. “Itu sudah final,” ujarnya.
Kesepakatan itu sudah diundangkan dalam UU APBN-Perubahan. “Jadi tidak benar jika dikatakan anggota Komisi XI minta dana Rp2 triliun. Kalau itu terjadi, maka itu melanggar UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegasnya.
Diakui Laurens, sempat terjadi perdebatan di Komisi XI yang mempersoalkan formulasi pendistribusian dana itu. Pasalanya, banyak persoalan teknis yang terkait di dalamnya. Sebut saja, data teknis, data wilayah dan lainnya. “Ada daerah yang masih dikategorikan tertinggal. Ada pula yang wilayah cakupannya luas. Semua itu, formulasinya tidak boleh sama,” tambahnya.
Dijelaskan Laurens, untuk pengalokasian dana infrastruktur daerah tersebut diserahkan pada kementerian teknis melalui mekanisme transfer daerah. Sedangkan, untuk pengawasannya, Komisi XI membentuk Panitia Kerja (Panja), yakni panja Transfer Daerah. “Merekalah yang nanti mengawasi apakah formulasi yang dilakukan pemerintah itu sudah benar,” ujarnya.
Laurens menganggap, hasil kesepakatan tersebut sebagai langkah maju. Pasalnya, yang terjadi selama ini, anggaran infrastruktur daerah yang didisribusikan lewat kementrian teknis sering kali tidak tepat sasaran. Diharapkan, dengan sistem transfer langsung ke daerah tertinggal, dapat lebih efektif.
Sesalkan Kesepakatan
Pendapat berbeda muncul dari Arif Budimanta. Anggota Komisi XI DPR ini menyesalkan kesepakatan yang diambil Badan Anggaran DPR bersama pemerintah tentang alokasi dana Rp5,5 triliun itu. Pasalnya, defisit anggaran tahun 2010 menjadi lebih besar dibanding tahun sebelumnya.
“Ini sangat saya sesalkan sebagai anggota dewan yang mengurusi soal keuangan negara. Padahal anggaran 2010 sudah dapat kucuran dari sisa anggaran tahun lalu. Jika pun ada penambahan alokasi dana, jumlahnya tidak harus sebesar itu,” ujar Arif ketika ditemui politikindonesia di Gedung DPD, Senayan, Jakarta, Jumat (14/05).
Arif mengaku sangat konsen pada pengurangan defisit anggaran. Dia juga mendukung pengambilan keputusan pemerintah dan DPR dalam upaya mencapai pertumbuhan yang berkualitas. Indikasi tersebut nampak pada semakin berkurangnya angka kemiskinan dan pengangguran.
Politisi dari F-PDIP itu mengatakan, UU APBN Perubahan belum secara tegas mengatur tentang penurunan tingkat pengangguran sebanyak 400 ribu pada setiap pertumbuhan 1%. Juga belum ada keberpihakan pada percepatan pembangunan di wilayah Indonesia Timur. “Mestinya hal itu tercantum dengan tegas,” katanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved