Kementerian Luar Negeri menegaskan pemerintah Indonesia tidak menggunakan jasa konsultan dan lobi dalam mengatur dan mempersiapkan kunjungan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat, akhir Oktober lalu. Pernyataan itu membantah artikel dosen Ilmu Politik Asia Tenggara pada School of Oriental and African Studies di London, Dr. Michael Buehler yang menyebut konsultan Singapura membayar US$80.000 kepada sebuah firma pelobi asal Las Vegas untuk membantu Presiden Joko Widodo mendapatkan akses ke Gedung Putih.
Dalam keterangan resminya kepada pers, Sabtu (07/11), Kemenlu juga memastikan tidak ada anggaran khusus yang dikeluarkan kementerian untuk menggelar pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Presiden Barrack Obama.
Senada, Duta Besar Indonesia Budi Bowoleksono menuturkan spekulasi penggunaan pelobi dalam pertemuan Jokowi-Obama sangat tidak berdasar. Sebab, pertemuan tersebut disampaikan melalui saluran diplomatik.
"Terkait dengan pemberitaan penggunaan Lobbyist di Amerika Serikat, meskipun lobbyist merupakan bagian dari kehidupan politik di Amerika Serikat, Pemerintah RI sejak dilantik pada Oktober 2014 tidak pernah menggunakan lobbyist di Amerika Serikat," ujar Budi.
Dijelaskan, Presiden Obama melalui suratnya tanggal 16 Maret 2015 telah secara resmi menulis surat kepada Presiden Joko Widodo untuk berkunjung ke Amerika Serikat.
Presiden Joko Widodo pada tanggal 19 Juni 2015 membalas undangan Presiden Obama dan menyatakan akan berkunjung ke Washington DC pada tanggal 26 Oktober 2015 setelah kedua negara menyepakati waktu yang sesuai bagi kedua Kepala Negara.
Budi menjelaskan dalam mempersiapkan kunjungan, duta besar selalu melakukan konsultasi dengan Menteri Luar Negeri dan Kepala Staff Kepresidenan yang kemudian menjadi Menko Polhukam agar kunjungan Presiden dapat menghasilkan hal-hal konkrit baik yang bersifat strategis maupun komitmen bisnis sesuai kepentingan nasional Indonesia.
Kemenlu menyatakan, kunjungan itu dilakukan untuk meningkatkan hubungan kedua negara menjadi mitra yang lebih strategis. "Persiapan intensif ini memungkinkan ditandatanganinya lebih dari 18 perjanjian bisnis senilai lebih dari US$20 miliar dan sejumlah Nota Kesepahaman antara Pemerintah Amerika Serikat dan Indonesia," sebut Kemenlu.
Seperti diberitakan,
Tuduhan serius dilontarkan Dr Michael Buehler, seorang dosen Ilmu Politik Asia Tenggara di School of Oriental and African Studies di London terhadap kunjungan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat, akhir Oktober lalu. Ia menyebut, pemerintah Indonesia menggunakan jasa perusahaan konsultan Singapura untuk mensukseskan kunjungan itu. Perusahaan itu membayar US$80.000 atau setara Rp1,08 miliar kepada sebuah firma pelobi asal Las Vegas untuk membantu Presiden Joko Widodo mendapatkan akses ke Gedung Putih.
Skandal diplomasi ini diungkap Michael Buehler, melalui artikel berjudul "Waiting In The White House Lobby" yang dipublikasikan di situs New Mandala, http://asiapacific.anu.edu.au, pada Jumat (06/11) kemarin.
Dalam artikelnya, Buehler mengutip dokumen publik Kementerian Kehakiman AS per 17 Juni 2015. Dokumen itu menyatakan bahwa konsultan Singapura, Pereira International PTE LTD, telah menyepakati kerja sama dengan R&R Partners Inc, pelobi asal Las Vegas, AS, senilai US$80.000.
R&R Partners menjual jasa lobi senilai US$80 ribu yang harus dibayar dalam empat angsuran antara 15 Juni hingga 1 September. Konkretnya, R&R Partners setuju untuk "dipertahankan sebagai konsultan cabang eksekutif oleh pemerintah Indonesia."
Buehler menyebut, dengan kesepakatan itu, R&R Partners akan bekerja sebagai konsultan bagi para pejabat RI, yang membantu untuk mendapatkan akses ke Washington, dalam rangka kunjungan Presiden Joko Widodo ke AS. R&R Partners juga akan mengomunikasikan pentingnya RI bagi AS di sektor keamanan, perdagangan, dan ekonomi, kepada orang-orang berpengaruh di Gedung Putih.
© Copyright 2024, All Rights Reserved