Kualitas politikus perempuan belakangan dinilai merosot karena buruknya proses rekruitmen partai politik. Sejumlah politikus perempuan yang vokal menyuarakan kepentingan dan hak perempuan tersingkir.
Aktivis perkumpulan Narasita, organisasi yang fokus pada isu perempuan menyebut dampaknya yakni parlemen diisi oleh orang-orang yang kualitasnya dipertanyakan untuk mengadvokasi kepentingan perempuan melalui program-program legislatif.
"Modalnya duit. Bukan politikus perempuan yang punya pengalaman berorganisasi dan aktif dalam gerakan sosial politik," kata aktivis Narasita Yogyakarta, Ari Indah Hayati dalam diskusi Beranda Perempuan bertajuk Perempuan, Politik, dan Gerakan Anti-Korupsi di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin (14/03).
Diskusi itu digelar oleh Yayasan Satu Nama dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta untuk memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh setiap tanggal 8 Maret.
Ari mengaku prihatin dengan turunnya jumlah perempuan yang menjadi anggota DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada Pemilu 2014, jumlah perempuan anggota DPRD DIY turun 50 persen dibanding Pemilu 2009 atau dari 12 menjadi enam perempuan. Di tingkat nasional, DIY menempati urutan 24 untuk persentase kursi perempuan di DPRD Provinsi atau hanya 10,91 persen.
Menurut Ari, gerakan perempuan saat ini punya sejumlah kelemahan. Di antaranya perempuan masih enggan terlibat dalam politik karena menganggapnya sebagai sesuatu yang kotor. "Sebagian alergi dengan politik," ujar Ari.
© Copyright 2024, All Rights Reserved