Politikindonesia - Buruknya kinerja Komisi Pemilihan Umum pada Pemilu 2009 lalu jadi pelajaran penting. Badan penyelenggara pemilu ini perlu diperkuat perannya. Caranya dengan memilih teknokrat duduk disana. Sedangkan, untuk mencegah anggota KPU masuk penjara usai penyelenggaraan pemilihan, perlu dibentuk sebuah dewan kehormatan.
Pandangan tersebut dikemukakan oleh Nurul Qomaril Arifin, anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat saat ditemui Politikindonesia, disela-sela rapat kerja Komisi II DPR dengan KPU pada Kamis (29/04).
Politisi perempuan dari Partai Golkar tersebut mengemukakan usulan ini karena belajar dari pengalaman penyelenggaraan pemilu 2009. Dikatakan perempuan kelahiran Bandung, 18 Juli 1966 itu telah menjadi pendapat umum bahwa pemilu 2009 dinilai terburuk sepanjang sejarah.
Selain kualitas, banyaknya anggota KPU yang terjerat kasus korupsi usai penyelenggaraan pemilu juga menjadi catatan tersendiri. Karena itulah, DPR mengusulkan dalam Revisi UU No.22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu agar KPU mendatang diisi oleh para teknokrat. “Jadi, berdasarkan pada keilmuannya,” ujar istri Mayong Suryo Laksono itu.
Untuk mencegah pemidanaan terhadap anggota KPU, Nurul berpandangan harus ada sistem pengawasan yang lebih baik. “Dibutuhkan sebuah Dewan Kehormatan KPU yang akan mengawasi kinerja mereka,” ujar ibu dua anak ini.
Nurul berpandangan, peran pengawasan yang ada pada Badan Pengawas Pemilu dan Panitia Pengawas Pemilu tidak berjalan efektif. Seperti yang kerap diungkapkannya ke berbagai media, badan tersebut hanya menghabiskan uang negara saja. Buktinya, tak satupun pengusutan pelanggaran pemilu yang sampai ke pengadilan. Bahkan dia pernah mengusulkan, jika tidak mampu menunjukkan peran yang lebih baik, pengawas pemilu itu dibubarkan saja.
Lebih lengkapnya, petikan wawancaranya dengan Sapto Adiwiloso dari politikindonesia.com:
Bagaimana anda melihat banyaknya keluhan tentang penyelenggaraan pemilukada?
Memang belum sempurna. Masih menciptakan banyak masalah. Misalnya Daftar Pemilih Tetap (DPT), persyaratan calon yang banyak dipalsukan dan sebagainya. Saya juga akui kadang ada keteledoran KPUD dalam penyelenggaraan pemilukada. Tapi, saya juga tak bisa menutup mata terhadap ketidakjujuran para calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, sehingga banyak pelaksanaan yang cacat hukum. Saya pikir manusiawi. Mereka (KPUD-red) telah berupaya melakukan yang terbaik walaupun ada banyak catatan.
Banyak yang menganggap penyelenggaraan pemilu 2009 buruk, anda sependapat?
Di tingkat nasional, rata-rata semua sepakat mengatakan bahwa Pemilu 2009 merupakan pemilu terburuk sepanjang sejarah. Tapi, justru pengalaman buruk itu, kita harus munculkan semangat untuk memperbaiki penyelenggaraannya.
Kita harus mampu menyelenggarakan pemilu dan pemilukada yang lebih berkualitas dan dapat dipertanggung jawabkan. Saya yakin, KPU-pun telah melakukan kontemplasi mendalam dari pengalaman tersebut.
Bagian mana yang harus didahulukan dalam reformasi penyelenggaraan pemilu tersebut?
Dua-duanya. Ya penyelenggaranya dan prosesnya juga. Sebagai penyelenggara, KPU harus memonitor semua tahapan yang ada seperti DPT dan persyaratan administrasi. Jadi KPU harus melaksanakan tugasnya sesuai ketentuan UU.
Bagaimana dengan proses rekruitmen di KPU sendiri menurut anda?
Belajar dari pengalaman, dalam Revisi Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, kami (Komisi II-red) sudah mengusulkan agar KPU mendatang diisi para teknokrat. Jadi berdasarkan pada keilmuan.
Di atas itu semua, anggota KPU mendatang juga harus memahami masalah-masalah pemilu. Jadi keilmuan yang dibutuhkan yang cocok dengan pemilu. Misalnya, jika dia menguasai politik, haruslah tentang politik pemilu. Demikian pula jika dia ahli bidang hukum, harus tentang hukum pemilu. Syarat yang sama untuk ahli bidang statistik dan manajemen. Keilmuan mereka harus yang terkait dengan kebutuhan dalam penyelenggaraan pemilu.
Kalau begitu mereka harus memiliki pengalaman tertentu?
Betul. Tetapi bukan berarti berpengalaman sebagai penyelenggara pemilu. Karena kalau pengertiannya demikian, maka berpotensi mengutamakan kepentingan tertentu. Entah itu parpol maupun golongan.
Masih banyak kalangan ilmuwan, akademisi yang memahami pemilu kendati mereka belum pernah terlibat dalam penyelenggaraan pemilu. Mereka juga mempunyai peluang untuk masuk dalam sistem penyelenggaraan pemilu. Mereka harus menjalankan apa yang mereka ketahui atau pahami.
Bukankah konsep ini pernah dicoba tetapi malah gagal karena banyak yang terlibat korupsi?
Untuk itu perlu diperkuat pengawasannya. Memang tidak semua orang ideal dan sempurna. Ketika kita mengakomodir para intelektual, akademisi yang bisa menduduki jabatan di KPU tetapi ternyata bermental korup. Itu di luar perkiraan kita.
(Nurul Arifin salah satu politisi yang kerap menyuarakan ide untuk menghapus keberadaan Bawaslu dan Panwaslu. Adapun evaluasi terhadap KPU, termasuk biro pengawasan pemilu di KPU itu, dilakukan Dewan Kehormatan KPU. Kalau ditemukan pelanggaran, Dewan Kehormatan berhak memberi sanksi)
Biodata:
Nama : Nurul Qomaril Arifin
Tempat/Tgl lahir : Bandung, 18 Juli 1966
Partai : Golkar
Daerah pemilihan : Jabar VII
Keanggotaan DPR : Anggota Komisi II
Suami : Mayong Suryo Laksono
Anak : Magnalia Madyaratri dan Melkior Mirari Manusaktri
© Copyright 2024, All Rights Reserved