Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat 2003 berakhir hari Kamis (7/8) malam. Ketua MPR Amien Rais menutup ST MPR 2003 dengan menyerahkan Keputusan MPR Nomor V/MPR/2003 tentang Penugasan kepada Pimpinan MPR untuk Menyampaikan Saran atas Pelaksanaan Putusan MPR oleh Presiden, DPR, BPK, dan MA pada Sidang Tahunan MPR Tahun 2003 kepada Presiden Megawati Soekarnoputri dan pimpinan lembaga negara.
Selain keputusan di atas, MPR juga menghasilkan Keputusan MPR Nomor IV/MPR/ 2003 tentang Kedudukan Komisi Konstitusi, dan dua Ketetapan (Tap) MPR. Kedua tap tersebut adalah Tap MPR Nomor I/MPR/2003 dan Tap MPR Nomor II/MPR/2003.
Pada penutupan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (ST MPR) 2003, Amien mengatakan, beberapa agenda reformasi masih belum tersentuh meski dalam beberapa hal sudah diselesaikan.
"Hasil reformasi yang harus dipertahankan untuk tidak mengalami kemunduran adalah perubahan UUD 1945," tuturnya.
"Dwifungsi ABRI yang dulu dianggap sebagai penyimpangan demokrasi juga telah ditata kembali," kata Amien lagi.
"Seluruh anggota DPR, DPD, DPRD harus dipilih oleh rakyat, otonomi daerah, desentralisasi kekuasaan dan kewenangan agar tercapai keadilan sosial dan ekonomi yang lebih baik bagi rakyat," katanya menambahkan.
Korupsi merajalela
Amien mengakui, dalam pelaksanaan otonomi daerah terjadi ekses di sana-sini. Menurut dia, hal itu dapat dimaklumi karena praktik kenegaraan yang sama sekali baru. "Bagaimana kebebasan demokrasi yang sudah sama-sama demokrasi, kebebasan pers dan berunjuk rasa meski terkadang terasa di luar batas, berserikat dan berkumpul yang telah melahirkan lebih dari 200 partai politik, dan pembebasan tahanan politik dari apa yang dulu dinamakan ekstrem kiri dan ekstrem kanan. Itu semua merupakan hasil reformasi yang perlu disyukuri," katanya.
Beberapa agenda reformasi yang belum tercapai bahkan, seperti makin jauh, kata Amien lagi, adalah penegakan pemerintahan yang bersih dan penegakan supremasi hukum. "Korupsi masih merajalela dan hukum sering kali hanya ada dalam teori dan pidato, belum dalam dunia nyata," ucapnya.
Di samping itu, karena pemulihan ekonomi belum juga tiba, pengangguran masih sangat meluas, harga barang makin sulit dijangkau oleh sebagian besar masyarakat, dan rasa aman kadang dirasakan kurang, semua itu membuat kebanyakan masyarakat beranggapan bahwa reformasi telah gagal. "Saya yakin reformasi tidak gagal, tetapi tersendat dan terantuk-antuk. Marilah terus berjuang membawa reformasi ke pantai tujuan," ujarnya.
Amien lalu menyebut beberapa agenda reformasi yang ke depan harus mendapat perhatian seluruh bangsa, antara lain mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk mempertahankan NKRI, Indonesia harus memiliki TNI dan Polri yang tangguh. "Untuk itu, kedua tulang punggung pertahanan dan keamanan nasional memerlukan perangkat keras dan lunak serta persenjataan modern. Di samping itu, kesejahteraan personel dan keluarga juga harus memadai. APBN harus mengatur dengan jelas dan tegas untuk kedua lembaga strategis itu agar mampu mengawal kedaulatan dan stabilitas keamanan nasional," katanya.
Mengutip laporan Program Pembanguna PBB (UNDP) tentang pembangunan manusia, Amien menegaskan, Indonesia sudah tertinggal jauh dibandingkan dengan bangsa lain. "Kualitas pendidikan nasional kita masih payah. Tingkat kemahiran membaca anak di usia 15 tahun masih menyedihkan. Dari 41 negara yang diteliti, kemampuan membaca anak Indonesia jatuh ke urutan 39. Sekitar 37,6 persen hanya bisa membaca tanpa mengerti maksudnya," katanya.
Rendahnya mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia, menurut Amien, disebabkan rendahnya kesehatan rata-rata bangsa Indonesia.
Kebijakan ekonomi sejak Indonesia merdeka cenderung merugikan petani, sebagai komponen terbesar bangsa.
Kembali menyinggung masalah korupsi, Amien menganggap belum ada kemauan politik untuk memberantasnya. "Tampaknya, ada kolusi misterius antara pelaku korupsi kaliber kelas kakap dengan aparat penegak hukum. Namun, insya Allah bila ada keberanian, ketegasan, dan kelugasan, memberantas korupsi bukanlah perkara mustahil. Tetapi, memang pemerintah dan kita semua perlu bersih dan berani untuk memberantas korupsi itu," katanya.
Rekonsiliasi nasional, lanjut Amien, mengandung banyak agenda. Jutaan anak bangsa yang di luar kemauan mereka terlahir sebagai anak aktivis PKI di tahun 1960-an tidak boleh lagi menyandang dosa politik. "Saya berpendapat, tidak ada dosa politik yang diwariskan. Generasi anak, cucu PKI yang pada tahun 1965 masih muda, apalagi yang belum lahir, tentu harus mendapat hak-hak warga negara secara penuh," katanya.
Menurut Amien, ada enam rujukan yang tidak boleh goyah dalam menyelesaikan beberapa agenda, yaitu lagu kebangsaan, Sang Saka Merah Putih, Bahasa Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, TNI/Polri, dan Pancasila.
Mengakhiri pidatonya, Amien mengutip jawaban mantan Perdana Menteri RRC Li Peng ketika menerima kunjungan pimpinan MPR di Beijing. "Kami bertanya, apa rahasia sukses RRC dalam memajukan bangsa. Jawabnya pendek, kami berhenti cekcok, kami bersatu padu, dan bekerja keras. Marilah kita renungkan jawaban pendek itu," katanya mengimbau.
© Copyright 2024, All Rights Reserved