Selasa pagi ini pemerintah dan DPR akan mengadakan rapat konsultasi di Istana Negara. Agenda utama rapat tersebut yakni membahas langkah mewujudkan perdamaian di Provinsi Nagroe Aceh Darussalam (NAD) terkait perjanjian (MoU) yang segera ditandatangani pemerintah dengan Gerakan Separatis Aceh (GSA) pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia. F-PDIP yang sebelumnya menentang akhirnya mengikuti rapat konsultasi tersebut.
Dalam rapat tersebut, dari kalangan pemerintah akan hadir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla, tim perunding Helsinki yang mewakili pemerintah serta para menteri kabinet. Sedangkan dari pihak DPR diwakili oleh Ketua DPR Agung Laksono, para wakil ketua DPR, para pimpinan fraksi-fraksi DPR, serta pimpinan Komisi I DPR yang membidangi masalah pertahanan, luar negeri, dan informasi.
Menurut rencana hal-hal yang dibahas salah satunya menyangkut prinsip-prinsip pokok dalam perjanjian (MoU) Helsinki. Prinsip-prinsip pokok dalam draft MoU ada delapan poin penting.
Pertama, untuk menyelesaikan konflik aceh secara damai, komprehensif, menyeluruh dan bermartabat, sepakat dengan jujur dan demokratis dalam kerangka NKRI dan Konsittitusi RI. Diharapkan melalui penyelesaian damai akan mempermudah dan mempercepat pembangunan kembali Aceh pasca tsunami.
Kedua, setelah MoU ditandatangani maka mengacu pada kewenangan pada konstitusi dengan pertimbangan DPR akan diberikan amnesti kepada para anggota GSA yang terlibat konflik. Dengan amnesti diharapkan anggota GSA dipulihkan hak-hak politik, ekonomi dan sosial, sama seperti warga negara Indonesia biasa.
Ketiga, pengumpulan senjata GAM dan penarikan pasukan TNI/Polri dan non organik akan dilaksanakan dalam waktu 3,5 bulan mulai September sampai Desember 2005. Sejalan dengan itu dilakukan penyusutan kekuatan dengan penarikan pasukan non organik.
Keempat, pemerintahan daerah NAD akan ditata dalam bentuk UU untuk mengatur hubungan yang lebih jelas dan terinci atas kewenangan pusat sesuai dengan UUD 1945 dengan kewenangan Pemda NAD.
Kelima, dengan adanya amnesti maka mantan anggota GSA mempunyai hak dalam peranan politik, baik dalam Pilkada maupun Pemilu, termasuk mendirikan parpol dengan syarat nasional.
Sedangkan tentang partai lokal akan dibahas dengan DPR dalam waktu 1,5 tahun yang akan datang.
Keenam, pemerintah akan membangun kembali sarana umum dan masyarakat yang rusak karena konflik dan sekaligus membantu integrasi mantan anggota GSA dalam masyaraat.
Ketujuh, Aceh akan melaksanakan prinsip-prinsip ekonomi yang baik dan terbuka untuk kepentingan masyarakat Aceh dan akan berpartisipasi dalam rehabilitasi Aceh.
Kedelapan, untuk memantau agar semua pelaksanaan persetujuan berlangsung baik maka monitoring akan dilakukan oleh tim Aceh Monitoring Mission dari Uni Eropa dan ASEAN yang beranggotakan sekitar 200 orang, yang terdiri atas 50 persen dari kalangan berlatar belakang militer dan 50 persen dari kalangan sipil.
Sepertinya rapat konsultasi Pemerintah dan DPR kali ini akan berjalan alot bahkan panas. Ini dikarenakan hadirnya tokoh-tokoh F-PDIP dalam rapat konsultasi tersebut. Sejak awal partai PDIP tersebut menentang keras internasionalisasi penyelesaian NAD.
Ini ditandai dengan pernyataan Ketua F-PDIP DPR Tjahjo Kumolo yang akan meminta penjelasan kepada tim informal yang berunding dengan GAM di Helsinki. Penjelasan tersebut harus detail karena PDIP tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip keutuhan kedaulatan wilayah dalam kerangka NKRI dan konstitusi UUD 1945.
Namun bukan berarti PDIP tak mendukung penyelesaian secara damai. "Pada prinsipnya, F-PDIP sangat mendukung penyelesaian masalah Aceh secara damai dan bermanfaat," jelas Tjahjo Kumolo.
Kita tunggu penjelasan resmi rapat konsultasi tersebut.
© Copyright 2024, All Rights Reserved