Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengingatkan pemerintah, penetapan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan mekanisme mengikuti harga pasar berpotensi melanggar Undang-Undang.
“Itu hak pemerintah, tapi kita ingatkan, BBM itu tidak boleh ikut harga pasar. Itu bisa melanggar UU. Itu berbahaya!" ujar Zulfikli di kampus Universitas Negeri Semarang, Jawa Tengah, Senin (30/03).
Seperti diketahui, pemerintah resmi menaikan harga BBM untuk jenis premium dan solar sebesar Rp500 per liter. Harga premium menjadi Rp7.300 per liter, dan solar Rp6.900 per liter. Kebijakan ini diambil pemerintah lantaran harga minyak dunia yang mulai naik, sementara nilai tukar rupiah cenderung melemah.
Zulkifli mengatakan, MPR sebagai lembaga negara berhak mengingatkan pemerintah terkait kebijakan yang diambil walaupun penentuan kebijakan merupakan hak pemerintah.
Zulkifli mengingatkan agar proses kenaikan harga BBM tidak semata melihat fluktuasi kenaikan harga pasar dunia. Terlebih lagi, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan agar penetapan harga tidak boleh mengikuti mekanisme pasar dan pemerintah harus mengeluarkan subsidi kepada masyarakat. “Tidak boleh ikut pasar. Subsidi itu harus ada," katanya.
Sekedar informasi, dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 15 Desember 2004 disebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas harga BBM bagi golongan masyarakat tertentu.
MK menolak penyerahan harga BBM ke mekanisme pasar dengan membatalkan UU 22/2001 Pasal 28 ayat (2) tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas). Pada intinya, aturan ini melarang penentuan harga BBM berdasarkan mekanisme harga pasar. Sebab, pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 33.
© Copyright 2024, All Rights Reserved