Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman berpendapat tidak ada alasan kuat untuk mengubah pemilihan kepala daerah secara langsung dan mengembalikannya melalui DPRD. Pelaksanaan pilkada langsung sudah berjalan dengan baik sejak 2004 silam.
Pendapat ini disampaikan Arief merespons wacana yang dilontarkan Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) terkait kepala daerah dipilih kembali melalui DPRD.
“Semuanya sudah semakin baik. Jadi tidak ada alasan-alasan yang dapat digunakan untuk mengembalikan pemilu melalui DPRD," ucap Arief di Jakarta, Kamis (19/04).
Arief tidak sepakat dengan alasan, pilkada langsung membutuhkan ongkos politik yang besar. Menurutnya, justru undang-undang yang dibuat DPR dan pemerintah berupaya mengurangi biaya politik penyelenggaraan pilkada.
Salah satunya, pembuatan alat peraga kampanye seperti spanduk, baliho dan poster kini dibebankan pada penyelenggara pilkada, bukan peserta pilkada. Hal itu tercantum dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam undang-undang itu juga ada batasan penerimaan sumbangan dana kampanye bagi peserta pilkada.
“Kalau lihat tren regulasinya, semua berupaya membuat penyelenggaraan pemilu ini menjadi lebih baik, murah, efektif, dan efisien," katanya.
Selain itu, Arief mengatakan DPR dan pemerintah pun telah sepakat untuk memperkuat penyelenggara pilkada, yakni KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Kalau sudah diperkuat, untuk apa pemilihannya tidak dilakukan melalui proses yang diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu?" tanya Arief.
Arief menambahkan, KPU telah berupaya maksimal menyelenggarakan pilkada dan pemilu yang kredibel, transparan, dan akuntabel. Semua tahapan pemilu dan pilkada, ujar dia, dapat dipantau secara langsung oleh publik.
Misalnya mengenai perencanaan anggaran, Arief mengatakan KPU memberi tahu total anggaran yang akan digunakan. Publik dapat mengakses di laman resmi KPU.
"Jadi enggak ada lagi alasan bahwa anggaran kini tertutup, enggak terkontrol. Enggak ada," tambah dia.
Terkait tahap pemutakhiran data pemilih, publik juga dapat mengecek melalui sistem yang bernama Sidalih (sistem data pemilih). Begitu pula perihal penghitungan suara, baik dari tempat pemungutan suara (TPS) hingga rekapitulasi di KPU pusat, publik bisa mengawasi karena KPU mempublikasikannya di laman resmi.
“Bukan hanya angka-angka di TPS yang dipublikasi, tetapi juga berita acara yang ditandatangani di TPS," tandas Arief.
© Copyright 2024, All Rights Reserved