Kejaksaan Agung akan membuka kembali kasus-kasus mantan Presiden Soeharto. "Surat yang dulu itu bilang kerusakannya permanen, tapi ini kan tidak bisa dibiarkan terkatung-katung begini. Saya konsultasi dengan Mahkamah Agung. Jadi menurut saya akan lebih bagus kalau sekali lagi dilakukan pemeriksaan," kata Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, di Hotel Sahid, Senin (24/4), saat ditanya mengenai kemungkinan Soeharto diperiksa kembali.
Mantan Presiden Soeharto, Minggu (23/4), hadir di Masjid At-tin, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dan bertindak sebagai saksi pernikahan cucunya (putri sulung Bambang Trihatmodjo), Gendis Siti Hatmanti dengan Arif Putra Wicaksono. Soeharto tampak sehat, meskipun harus berjalan dengan bantuan tongkat berwarna merah.
Oleh karena itu, menurut Jaksa Agung, dirinya akan mengaktifkan kembali tim dokter yang memeriksa Soeharto. Alasannya, bila orang itu sehat, belum tentu sehat bagi semuanya. ”Makanya saya bentuk tim ini untuk secara resmi menindaklanjuti dengan tim dokter itu," katanya.
Menurut Abdul Rahman, bila ternyata hasil tim dokter masih tetap menyatakan Soeharto mengalami kerusakan permanen, pihaknya akan mencari langkah hukum yang lain. "Jadi, kalau memang tetap jawabannya sama, tentu kita akan memikirkan langkah hukum yang lain," ungkapnya tanpa merinci apa langkah hukum yang akan diambil Kejaksaan Agung.
Dibukanya kembali kasus Soeharto ini, menurut Jaksa Agung, bukan merupakan inisiatif dirinya, tetapi merupakan inisiatif lembaga Kejaksaan Agung.
Saat ditanya apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan lampu hijau untuk membuka kembali kasus Soeharto ini, Jaksa Agung menegaskan, "Tidak. Presiden tidak campuri urusan perkara. Presiden tidak bicara perkara."
Menurut Jaksa Agung, dirinya akan mulai melakukan pertemuan dengan tim penilai kesehatan Soeharto itu pada minggu ini. "Kita akan tunggu pemeriksaan sampai tim dokter bilang ini pemeriksaan terakhir," katanya.
Sebelumnya mantan Presiden Soeharto telah diajukan ke persidangan dengan didampingi Tim Penilai Kesehatan Soeharto, yang dibentuk Kejaksaan Agung sebagai pemantau kesehatannya.
Keterangan tim itu dipaparkan dalam sidang dan dijadikan acuan atau referensi bagi Majelis Hakim PN Jakarta Selatan yang memeriksa perkara tersebut, untuk mengeluarkan penetapan penghentian pemeriksaan kasus atas Soeharto.
Atas penetapan tersebut, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan fatwa agar Kejaksaan memberikan kesempatan pengobatan pada Soeharto hingga sembuh sebelum melanjutkan kembali pengadilan.
Soeharto tidak hadir dalam sidang pengadilan pertamanya. Tim Dokter menyatakan Soeharto tidak mungkin mengikuti persidangan dan Hakim Ketua, Lalu Mariyun memutuskan memanggil tim dokter pribadi Soeharto dan tim dokter RSCM untuk menjelaskan perihal kesehatan Soeharto.
Pada 3 Agustus 2000, Soeharto resmi sebagai tersangka penyalahgunaan dana yayasan sosial yang didirikannya dan dinyatakan sebagai terdakwa berbarengan dengan pelimpahan berkas perkara ke Kejaksaan Tinggi Jakarta.
Tanggal 14 September 2000, Soeharto kembali tidak hadir di persidangan dengan alasan sakit. Kemudian, pada 23 September 2000 Soeharto menjalani pemeriksaan di RS Pertamina selama sembilan jam oleh 24 dokter yang diketuai Prof dr M Djakaria.
Hasil pemeriksaan menunjukkan Soeharto sehat secara fisik, namun mengalami berbagai gangguan syaraf dan mental sehingga sulit diajak komunikasi. Berdasar hasil tes kesehatan ini, pengacara Soeharto menolak menghadirkan kliennya di persidangan.
Lalu, pada 28 September 2000 Majelis Hakim menetapkan penuntutan perkara pidana HM Soeharto tidak dapat diterima dan sidang dihentikan. Tidak ada jaminan Soeharto dapat dihadapkan ke persidangan karena alasan kesehatan. Majelis juga membebaskan Soeharto dari tahanan kota.
© Copyright 2024, All Rights Reserved