Dalam soal memburu dan menindak koruptor, masih ada suara miring yang menyatakan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukannya secara tebang pilih. Namun bila dicermati, soal pembrantasan korupsi bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi “penyakit” ini sudah memasuki stadium tertinggi.
Selama era SBY, setidaknya tercatat banyak pejabat tinggi yang telah diproses di pengadilan. Sebut saja, ECW Neloe, Direktur Utama Bank Mandiri, Ahmad Djunaidi, Direktur Utama PT.Jamsostek, Eddi Widiono, Direktur Utama PLN, Nazaruddin Syamsudin, Ketua Komisi Pemilihan Umum, mendekam di berbagai rumah tahanan
Yang luar biasa, penggerusan terhadap koruptor juga melanda para penyidik kepolisian berpangkat jenderal. Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komisaris Jenderal Suyitno Landung dan mantan Direktur Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Samuel Ismoko diduga terseret kasus suap dalam proses pemeriksaan kasus pembobolan Bank BNI Cabang Kebayoran Baru senilai Rp 1,2 triliun oleh perusahaan Grup Gramarindo pada tahun 2002-2003.
Kini, tiga tahun pembobolan bank BNI telah berlalu. Sekitar 13 orang dijatuhi hukuman penjara. Konsultan investasi perusahaan Grup Gramarindo Adrian H Waworuntu dan mantan Kepala Bidang Pelayanan Nasabah Luar Negeri Bank BNI Cabang Kebayoran Baru Edy Santosa divonis seumur hidup.
Sementara yang terkena hukuman lebih ringan, hanya delapan tahun penjara adalah adik kandung Direktur Kelompok Usaha Gramarindo Maria Pauliene Lumowa--masih buron, Jane Iriani Lumowa.
Ibarat cerita silat Kho Ping Ho, selalu saja muncul tokoh-tokoh baru yang akan turun gunung, siap meramaikan blantika Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebut saja seperti Direktur Utama PT Brocolin International Dicky Iskandardinata dan Komisaris Besar (Pol) Irman Santosa.
Selain keduanya, mantan Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Suyitno Landung dan mantan Direktur Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Samuel Ismoko juga belum dihadapkan di meja hijau. Keduanya merupakan atasan Irman Santosa.
Dalam rentetan kasus BNI, beragam alasan dan pasal yang didakwakan kepada para tersangka. Adrian dan konco-konconya di Gramarindo terkena pasal pencucian uang, pembobolan bank. Sementara Irman Santosa, Ismoko, Suyitno Landung terseret kasus suap ketika menyidik kasus BNI.
Inilah sejarah yang dibuat pemerintahan SBY. Sseorang jenderal bintang tiga yang masih aktif diproses hukum karena melakukan kesalahan saat menangani suatu perkara.
Apa yang dialami Suyitno, Ismoko, Irman, tampaknya belum akan berakhir. Bisa jadi akan muncul tokoh-tokoh lain, seperti alur cerita Kho Ping Ho. Pada persidangan 13 April 2006 dengan terdakwa Irman Santosa, kesaksian Siti Kumalasari, penyidik di Bareskrim Polri, Siti menyebut pernah melihat dua lembar kwitansi, masing-masing senilai Rp 7 miliar dan Rp8,5 miliar.
Yang menyentak dalam persidangan itu, kedua kwitansi tersebut diperuntukan untuk operasional Bareskrim dan Trunojoyo I ?. Paralel dengan keterangan Siti, pada sidang 6 April 2006 Irman juga sudah mengemukakan soal kedua kuitansi ini dalam bentuk pertanyaan kepada saksi Anti Soenaryo. Namun Anti tidak tahu.
Bisa jadi karena begitu menyentak, Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Anton Bachrul Alam, yang selama ini dikenal murah senyum dan sangat sabar menghadapi wartawan, dibuat gusar dengan istilah Trunojoyo I yang bisa ditafsirkan menjadi berbagai makna. "Tunggu saja, nanti biar Pak Dicky yang menjelaskan. Tidak betul ada yang bilang soal itu (soal kuitansi)," ungkap Anton ketika itu. Namun untuk menghadirkan Dicky dalam jumpa pers menjadi batal. Pasalnya pihak kejaksaan tidak memberi izin. Yang jelas, Irman dan Siti yang berbicara tentang Trunojoyo I. Bukan Dicky Iskandardinata.
Mantan Kepala Polri Jenderal (Pol) Da’i Bachtiar sendiri, menyatakan siap diperiksa berkaitan dengan kuitansi tersebut. Namun, dia mempertanyakan istilah Trunojoyo I karena sandi untuk Kepala Polri menurut dia adalah TB (Tri Brata) I. Lantas apa yang dimaksud dengan Trunojoyo I ?
Hentakan demi hentakan tampaknya kian mewarnai kasus ini. Belum terjawab soal istilah Trunojoyo I, pada sidang 4 Mei 2006 dengan terdakwa Irman, mantan Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia Bank BNI Mohamad Arsjad yang menjadi saksi menyatakan pernah memberi bantuan uang Rp 800 juta kepada Komisaris Jenderal (Purn) Erwin Mappaseng, saat yang bersangkutan menjadi Kepala Bareskrim Polri.
Dari pernyataan Arsyad ini, masyarakat kembali teringat oleh pernyataan Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Anton Bachrul Alam, polisi dilarang menerima bantuan biaya operasional dari pihak lain saat menangani perkara.
Akan seperti apa akhir dari rentetan kasus BNI? Masyarakat akan menanti. Yang jelas, Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto pernah menyatakan akan menyelidiki semua fakta baru yang terjadi dalam kasus Bank BNI. Selain mengungkap fakta-fakta baru, tentu saja upaya keras kepolisian untuk menangkap Maria Pauliene Lumowa, yang katanya menjadi tokoh utama, menjadi kian penting.
© Copyright 2024, All Rights Reserved