Generasi muda harus ikut berperan dalam menghadapi ancaman proxy war (perang proxy). Proxy merupakan kepanjangan tangan dari suatu negara yang berupaya mendapatkan kepentingan strategisnya dengan meminjam tangan pihak ketiga untuk menghindari keterlibatan langsung suatu perang yang mahal dan berdarah.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo saat memberikan kuliah umum mahasiswa di Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Jumat (10/10).
"Proxy war adalah sebuah konfrontasi antara dua kekuatan besar dengan menggunakan pemain pengganti untuk menghindari konfrontasi secara langsung dengan alasan untuk mengurangi resiko konflik yang beresiko kehancuran fatal."
Gatot mengatakan, perang proxy biasanya dimanfaatkan oleh pihak ketiga. Yang bertindak sebagai pemain pengganti adalah negara kecil, namun kadang pemain itu bisa pula berupa non state actors, seperti LSM, Ormas, kelompok masyarakat atau perorangan.
"Proxy merupakan kepanjangan tangan dari suatu negara yang berupaya mendapatkan kepentingan strategisnya namun menghindari keterlibatan langsung suatu perang yang mahal dan berdarah," katanya.
Kasad mengatakan, perang proxy tidak dapat dikenali dengan jelas siapa kawan dan siapa lawan karena musuh mengendalikan "non state actors" dari jauh dan negara musuh akan membiayai semua kebutuhan yang diperlukan.
"Imbalannya, mereka mau melakukan segala sesuatu yang diinginkan penyandang dana untuk memecah belah kekuatan musuh," ujarnya.
Kasad meminta para pemuda untuk menangkal aksi proxy war dengan caranya masing-masing sesuai bidang ilmu yang ditekuni. "Kita akui bahwa permasalahan kepemimpinan (leadership) merupakan permasalahan utama yang perlu segera dibenahi untuk kembali menjadi bangsa Indonesia yang kuat dan maju," katanya.
Kasad menambahkan, penyalahgunaan narkoba yang terjadi di Indonesia, memiliki keterkaitan dengan strategi proxy war.
"Kondisi ini untuk merusak generasi muda Indonesia sehingga bangsa ini di masa depan tidak memiliki generasi berkualitas."
Kasad mengatakan, peredaran nakoba di Indonesia sudah merajalela dengan berbagai bentuk dan sampai ke daerah perbatasan serta pelosok pedalaman. Sindikatnya, bukan hanya dari dalam negeri, tapi jaringan berkala internasional.
Dikatakan, Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan tingkat prevalensi yang tinggi memang merupakan pasar yang sangat menarik dan menguntungkan bagi bandar narkoba yang umumnya merupakan sindikat internasional.
"Jika di akhir abad ke-20 Indonesia masih berstatus sebagai negara transit, maka kini Indonesia sudah beralih menjadi negara konsumen," kata Gatot.
Sesuai data Badan Narkotika Nasional (BNN) pemakai narkoba mengalami kenaikan dari 1,5 persen penduduk pada 2005 menjadi 2,6 persen di tahun 2013 dan diperkirakan akan mencapai 2,8 persen di tahun 2015, artinya lebih dari 5,1 juta penduduk Indonesia menyalahgunakan narkoba. "Angka kematian tiap tahun akibat narkoba berada pada kisaran 15.000 jiwa," ujarnya.
Fakta-fakta tersebut, kata Jenderal Gatot sangat memprihatinkan dan dapat menghancurkan generasi muda untuk jangka panjang. Karena telah menyerang secara masif mulai dari kalangan eksekutif muda sampai dengan anak sekolah.
"Melalui konspirasi internasional, generasi muda Indonesia tanpa sadar dapat dihancurkan tanpa harus menggunakan kekuatan bersenjata. Aparat pemerintah pun sampai saat ini masih kewalahan untuk mencegah dan menguranginya," tandas Kasad.
© Copyright 2024, All Rights Reserved