Penarikan produk ikan kaleng makarel karena ditemukan cacing parasit jeni sanisakis berdampak luas pada industri pengalengan ikan dalam negeri. Industri pengalengan ikan terpukul. Sejumlah pabrik berhenti produksi sehingga terpaksa harus merumahkan ratusan karyawannya.
Demikian disampaikan Ketua Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (APIKI) Ady Surya kepada politikindonesia.com di Jakarta, Minggu (01/04). Menurutnya, laporan sementara di Banyuwangi ada 10 industri, di Bali ada 7 industri serta 1 di Pasuruan dan di Pekalongan.
“Selama belum ada solusi dari masalah ini, industri pengalengan ikan terpaksa merumahkan karyawan, terutama untuk bagian atau line ikan makarel. Bahkan, sudah sekitar 500 orang pegawai yang dirumahkan. Jumlah itu untuk 1 pabrik,” ujarnya.
Dikatakan Adi, penemuan cacing dalam ikan kaleng menjadi pukulan sangat berat bagi industri pengalengan ikan. Pihaknya masih mendata nilai kerugian yang diderita industri pengalengan ikan. Namun dipastikan, angkanya bisa mencapai puluhan rupiah.
Ia menambahkan, kasus ini juga menjadi penghambat upaya meningkatkan konsumsi ikan pada masyarakat. Ditengah gencarnya sosialisasi dan upaya menggenjot nilai ekspor produk ikan, kasus ini membuat kepercayaan konsumen anjlok.
Ady menambahkan, meski tidak semua ikan kaleng mengandung cacing, masyarakat menjadi antipati terhadap semua produk ikan kaleng. Pihak retail juga menurunkan semua produk ikan kalengn. Baik yang makarel maupun sarden dan tuna. “Meksi kasus ini terjadi hanya pada makarel, masyarakat mengambil kesimpulan bahwa semua produk ikan kaleng mengandung cacing anisakis.
“Kami sudah menarik 27 merek dagang ikan makarel dari pasaran yang berada dibawah naungan kami. Kami pun meyayangkan, instruksi tersebut ternyata tak diikuti oleh sebuah solusi aktif. Padahal para pakar terkait menyangkal adanya dampak negatif dari parasit cacing di tiap produk tersebut,” ujar dia.
Ady menambahkan, APIKI mendukung tujuan perlindungan terhadap konsumen. Tapi, pihak pemerintah juga harus memberikan solusi. Apalagi, ketakutan para ritel saat ini terhadap ikan kaleng semakin meluas.
“Jadi sekarang tidak hanya makarel saja, tapi tuna, sarden juga ikut ditarik dari pasaran. Sepertinya Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) juga mengabaikan pernyataan para pakar dan menteri kesehatan menyebutkan secara kesehatan cacing tersebut tidak masalah bagi kesehatan manusia,” tegasnya.
Karena itu, tambah Ady, pihaknya meminta BPOM melakukan langkah lebih spesifik. Produk dengan beats mana yang diketahui mengandung cacing dan mana yang aman dikonsumsi masyarakat. Ini penting diumumkan untuk menekan kerugian yang ditanggung industri pengalengan ikan.
“Sebenarnya proses produksi ikan kaleng sudah mengacu pada standar ketat, baik nasional maupun internasional (CODEX). Karena sejak hulu, yakni proses penangkapan ikan telah dilakukan pengamanan bahan baku ikan dengan sangat baik,” imbuhnya.
Ady mengulaskan, ikan yang baru ditangkap langsung masuk mesin pembekuan dengan suhu dibawah atau minus 40 derajat celcius. Sedangkan, cacing anisakiasis akan mati pada suhu minus 20 derajat celcius. Lalu, dilanjutkan dengan proses pemanasan saat pengalengan. Dimana, industri pengalengan menggunakan suhu 130 derajat celcius.
“Sehingga pada suhu 60 derajat celcius, cacing anisakiasis sudah pasti mati. Jadi kami sudah membunuhnya dalam dua kali proses. Dengan demikian maka jelas ikan kalengan dijamin tidak akan ada ditemukan cacing hidup. Kalaupun ada cacing seperti ditemukan BPOM, pasti cacing mati dan itu tidak akan berbahaya bagi kesehatan,” ungkapnya.
Menurutnya, persoalan ini muncul hanya karena estika saja. Masyarakat merasa jijik atau geli melihat cacing pada makanan. Apalagi jika harus dikonsumsi. Oleh sebab itu, pihaknya beranggapan hal tersebut adalah sebuah kecelakaan. Bahkan, selama 30 tahun industri ini berlangsung tanpa ada masalah. Karena prosedurnya dilakukan dengan baik dan benar.
“Tapi kenapa baru kali ini terjadi. Kami pun beranggapan kecelakaan yang terjadi pada industri ikan makarel bersifat seasonal disebabkan oleh faktor di sekeliling lingkungan hidup ikan. Jadi ini tidak semua (berdampak pada ikan makarel), hanya pada saat tertentu saja. Bisa saat ini memang terjadi, tapi besok atau berikutnya tidak lagi," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved