Industri penerbangan Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan. Namun, pengadaan pesawat terbang belum disertai dengan persiapan fasilitas perawatan dan daya dukung sumber daya manusia yang memadai. Perlu terobosan untuk mengakselarasikan tumbuhnya industri suku cadang dan komponen pesawat terbang dalam negeri.
“Oleh sebab itu, kami akan menyelenggarakan Aerosummit 2018, di Jakarta, pada 25-26 September. Kegiatan tersebut merupakan forum untuk mencari solusi dan peta jalan dalam mengatasi masalah krusial di industri penerbangan dan antariksa. Nantinya, kegiatan tersebut terdiri dari seminar internasional aerospace science and technology (ISAST) ke-6. Ada juga workshop tentang hasil riset penerbangang dan perkembangan industri penerbangan,” kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin kepada politikindonesia.com disela-sela Pre Aerosummit di Kantor Pusar Lapan, Jakarta, Rabu (29/08).
Dia menjelaskan, kegiatan Aerosummit kali ini akan mensinergikan potensi nasional dalam pengembangan industri penerbangan. Apalagi Indonesia memiliki PT Dirgantara Indonesia sebagai industri penerbangan dan didukung asosiasi terkait dengan industri komponennya dan komunitas pendukung industri penerbangan. Sehingga kedepannya bisa membangun komunitas masyarakat penerbangan yang mampu mendorong industri penerbangan di Indonesia dari segi pesawatnya dan perawatannya.
“Saat ini mahalnya biaya pembelian suku cadang dan perawata pesawat masih saja menjadi masalah. Hal itu disebabkan, beberapa komponen pesawat terbang belum dapat diproduksi oleh industri dalam negeri. Padahal proses perbaikan atau pemeliharaan pesawat terbang industri jasa membutuhkan kecepatan dalam proses impor suku cadang dan komponen. Sehingga diperlukan untuk membuka ruang kebijakan bagi hadirnya pengembangan kawasan usaha pemeliharaan pesawat terbang,” ujarnya.
Sementara itu, Arie Wibowo dari PT Dirgantara Indonesia menambahkan, sejak diberlakukan UU Nomor 1 Tahun 2009, industri penerbangan merasa terkekang. Sehingga menjadi tantangan yang harus dihadapi industri penerbangan di Indonesia. Sebab dengan UU tersebut, industri penerbangan nasional terkena patokan tarif batas atas dan batas bawah. Apalagi, industri penerbangan nasional memiliki margin tipis sekitar 3 persen.
“Hal itu dikarenakan komponen biayanya dipengaruhi oleh Dollar. Komponen biaya tersebut meliputi biaya avtur, biaya perawatan, biaya leasing dan biaya asuransi. Jadi, kami sangat mendukung Aerosummit karena kami merasa membutuhkan sinergitas. Apalagi, kami tidak ingin berjalan sendiri. Makanya, dibutuh dukungan yang akan membantu menumbuhkan semangat industri kedirgantaraan ini,” paparnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved