Sektor kehutanan adalah sektor yang banyak menyimpan potensi alam, ekologis yang bernilai ekonomi. Namun banyaknya eksploitasi secara melawan hukum, menjadikannya lahan bancakan yang merugikan negara. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut, potensi kerugian negara akibat kejahatan di sektor kehutanan mencapai Rp691 triliun. Hal itu bersumber dari 124 kasus kejahatan pada tahun 2001-2013.
"Modus kejahatannya, alih fungsi lahan, contoh proyek kelapa sawit sejuta hektar. Kedua, pemanfaatan hasil hutan secara tidak sah. Ketiga, penghindaran dan manipulasi pajak," kata peneliti Divisi Hukum dan Pradilan ICW Lalola Estele kepada pers di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (27/10).
Lola mengatakan, ada 4 kejahatan kehutanan yang kerap terjadi, yaitu alih fungsi kawasan dan hasil hutan tanpa izin, penghindaran atau manipulasi pakal, pembiaran operasi tanpa izin, dan penyerobotan lahan. "Banyak perkara kejahatan kehutanan perolehan izin dilakukan dengan praktik korupsi dan hasil kejahatan dibersihkan melalui praktik pencucian uang," ujar Lola.
Namun, selama ini kejahatan kehutanan hanya menjerat perorangan seperti operator lapangan, direktur perusahaan, masyarakat, hingga pejabat pemerintah daerah. ICW mendesak penegak hukum juga menerapkan pasal pidana untuk menjerat korporasi di sektor kehutanan.
Salah satu contoh yaitu kasus korupsi mantan Bupati Pelalawan, Riau dengan jumlah kerugian negara mencapai Rp1,2 Triliun. Namun, dalam kasus ini korporasi tidak ikut dijerat sehingga pengembalian aset tidak maksimal. "Padahal pengaturan kejahatan korporasi di hukum positif Indonesia telah ada sejak 1950-an dan diatur dalam Undang-undang Tipikor, Pencucian Uang, dan lainnya. Tapi penegak hukum masih enggan menggunakan delik korporasi ini," ujar Lola.
ICW menyebut, dari 124 kejahatan sektor kehutanan mayoritas hanya mampu menjerat operator lapangan sebanyak 37 kasus. Sedangkan, direktur ataupun anggota DPR hanya sebagian kecil, yaitu 20 dan 6 kasus saja.
Demikian juga, korporasi belum dijerat sebagai pelaku kejahatan dalam sektor kehutanan. Oleh karena itu, ICW menyarankan penegak hukum menggunakan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk menjerat korporasi dan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Pasalnya, dalam 2 undang-undang tersebut mengenal korporasi sebagai subjek hukum yang bisa dikenakan pidana.
© Copyright 2024, All Rights Reserved