Perayaan Hari Raya Waisak, juga bermakna sarana untuk membuang sial. Itu dilakukan dengan melepaskan burung, salah satu tradisi umat Buddha dalam merayakan hari rayanya. Sejumlah burung yang dilepaskan, juga diharapkan membawa keberhasilan dalam pekerjaan.
Itulah yang dilakukan Andi, 40, seorang jemaat yang ditemui usai melepaskan 108 ekor burung ke angkasa. Dengan aksinya itu, ia berharap mendapatkan kesuksesan kerja. "Ya, katanya sih angka baiknya segitu. Itu buat buang sial dan agar sukses di kerjaan."
Seperti Andi, tak jauh dari tempatnya, di Vihara Dharma Bakti, Jakarta, ada Lim Nan Sun yang melepaskan 30 ekor burung gereja ke udara. Lim berharap mendapatkan keberuntungan. "Biar kita untung. Nanti kalau udah lepas burung kita nggak boleh makan dagingnya."
Bagi para pedagang burung, tradisi itu jelas sebuah keuntungan tersendiri. Seperti peruntungan yang dialami Yudi, 32. Ia tentu saja tak melepaskan burung ke angkasa, seperti dilakukan Andi, dan Lim Nan Sun. Yadi memperjualbelikan burung kepada ummat Budha.
"Hari biasa kadang cuma dapet Rp100 ribu atau bahkan nggak sama sekali. Tapi saat ini udah dapet Rp500 ribu," urai Yudi, sambil melepaskan senyum cerahnya.
Yudi sudah lama berjualan burung. Karena itu, ia mengetahui tradisi melepas selalu mewarnai perayaan Hari Raya Waisak. Karena itulah, Jumat (28/05), dia sengaja membawa persediaan burung sampai 1.000 ekor. "Biasanya cuma 200 ekor."
Hartono, 55, pedagang burung lainnya, sengaja menjual empat macam burung, yakni gelatik, tekukur, merpati, dan burung gereja. Dari keempat jenis itu, burung gereja paling banyak dibeli. "Harganya cuma seribu rupiah, jadi laku banyak. Burung jenis lain lebih mahal, jadi kurang laku."
Candi Borobudur
Ribuan umat Buddha menjalani prosesi puja bhakti atau kirab persembahan, dalam kegiatan rangkaian peringatan Hari Tri Suci Waisak 2554. Acara yang bertepatan dengan 2010 itu, dilaksanakan di Kawasan Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB) Magelang, Jawa Tengah, Jumat (28/05).
Puluhan biksu dan biksuni serta ribuan umat Buddha yang telah mengikuti prosesi detik-detik Waisak di pelataran Candi Borobudur, melakukan kirab. Mereka berjalan kaki sejauh kurang lebih 6,5 kilometer, dengan penuh takzim.
Dalam barisan kirab, baik oleh Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) atau pun Konferensi Sangha Agung Indonesia (KASI), terlihat beberapa rombongan. Di antaranya api dharma, air suci, kitab suci umat Buddha, hasil bumi (buah-buahan, sayur-sayuran, padi, ketela, dan lainya, dibawa oleh biksu dan umat.
Tidak ketinggalan, patung pada masa Dinasti Ming, Dinasti Ching, orang berdandan mirip Sang Buddha juga terlihat. Berbagai ornamen seperti kapal, patung Buddha, ornamen dewa dalam Buddha, seperti Dewi Kwan Im, Dewa Api, dan Dewa Langit, juga ikut dalam barisan arak-arakan.
Untuk acara puja bhakti ini, Walubi dan KASI juga memilih waktu rute yang berbeda. Walubi melewati pintu Pos VIII Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB) ke Jalan Sampula, Jalan Syailendra Raya, depan Pasar Borobudur, Jalan Brojonalan, Kompleks Candi Pawon, Jalan Balaputradewa, Jalan Badrowati, Pos VII TWCB, dan menuju pelataran barat daya Candi Borobudur.
KASI memulai, dari Candi Mendut melewati Candi Pawon dan berakhir di pelataran tenggara Candi Borobudur.
Koordinator Dewan Sangha Walubi, Tadisa Pramitha Sthavira menyatakan, ritual puja bhakti yang dilakukan dalam rangkaian acara Waisak ini, merupakan upacara persembahan dari umat kepada dewa. Tujuannya, supaya hasil, rezeki, serta peruntungan umat Buddha bisa lebih baik dari tahun yang sekarang.
Pramitha menjelaskan, ritual puja bhakti ini diikuti kurang lebih 10 ribu umat. Umumnya kirab ini, kata dia, sesuai sejarah dilakukan dari Candi Mendhut, melewati Candi Pawon dan berkahir di pelataran Candi Borobudur. "Karena dua organisasi melaksanakan, ya dilakukan berbeda pada tahun ini.”
Meski begitu, Paramitha berpesan kepada umat walau dilakukan oleh dua aliran umat Buddha yang berbeda, Pramitha berharap pada saatnya kelak, kedua organisasi itu bisa bersatu kembali. Paling tidak, kata dia, harus bisa mengaktualisasikan Bhineka Tunggal Ika, walau berbeda sekte berbeda aliran, tetapi kita harus berusaha bersatu.
© Copyright 2024, All Rights Reserved