ALAM membuat bangsa ini kembali tersentak. Sepatutnya pemerintah melakukan evaluasi tuntas terhadap kesiapan aparat maupun kesiapan teknologi penginderaan yang dimiliki. Bayangkan, untuk mencari badan pesawat Boeing 737-400 Adam Air yang raib, seluruh kekuatan yang dimiliki bangsa yelah dikerahkan, namun belum membuahkan hasil yang maksimal. Bahkan pemerintah Singapura turut serta dengan peralatan canggihnya, juga belum mampu menemukan Adam Air.
Hingga berita ini diturunkan, pencarian jejak pesawat AdamAir dengan nomor penerbangan KI 574 yang hilang Senin (1/1) belum mendapat titik terang. Jum’at (5/1) Tim SAR yang mendapat bantuan Singapura memperluas lokasi pencarian pesawat yang hilang bersama 96 penumpang dan 6 awak itu hingga ke Sulawesi Utara.
"Proses pencarian akan terus dilakukan sebelum ada perintah dihentikan, tidak terbatas tujuh hari (standarnya)," kata Ketua Tim Pencari AdamAir yang juga Komandan Pangkalan Udara Hasanuddin Makassar Marsekal Pertama Eddy Suyanto.
Lokasi pencarian diperluas setelah tim pencari memperoleh data berdasarkan tangkapan radar dari Air Traffic Control (ATC) Bandara Sam Ratulangi Manado yang menunjuk di kawasan Manado, sekitar 20 kilometer arah selatan kota. Pesawat Boeing 737-200 Intai milik TNI Angkatan Udara melakukan pencarian di lokasi itu kemarin.
Sementara itu, anggota Kepolisian Resor Bolaang Mongondow, Sulut, Kamis siang, menuju Desa Nuangan, Kecamatan Kotabunan, Bolaang Mongondow, sekitar 200 kilometer barat daya Manado, juga belum membuahkan hasil. Tim berkekuatan 10 personel yang dipimpin Kepala Polres Ajun Komisaris Besar Suyadi dan sejumlah anggota Kepolisian Sektor Nuangan bersama masyarakat menyusuri kawasan hutan dalam radius dua kilometer. Pencarian dihentikan karena cuaca gelap di tengah gerimis hujan.
Pada hari keempat kemarin, pencarian dengan Boeing 737-200 Intai TNI AU yang melakukan dua kali penerbangan, Cassa dan Nomad milik TNI AL juga melakukan dua kali penerbangan, Fokker 50 milik Singapore Air Force melakukan dua kali penerbangan, serta satu helikopter milik polisi, belum menemukan tanda keberadaan Adam Air.
Selain melalui udara, KRI Fatahillah dan KRI Ajak juga sudah berpatroli di sekitar perairan dimana diduga tempat jatuhnya Adam Air. Sementara pencarian di darat difokuskan di Sulawesi Barat di sekitar Majene, Mamuju, Polewali Mandar, Mamasa, serta di Tanatoraja, Sulawesi Selatan.
INVESTIGATOR Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) bersama provider layanan telepon seluler akan melacak (tracking) posisi jatuhnya pesawat dengan menganalisa sinyal telepon genggam penumpang. Keluarga penumpang diharapkan memberikan nomor yang dibawa anggota keluarganya saat naik AdamAir.
Ketua KNKT Setio Rahardjo didampingi investigator KNKT Suryanto Cahyono mengatakan, sudah ada lima nomor telepon seluler milik penumpang, satu di antaranya milik kopilot Yoga Susanto, yang dianalisa posisi base transceiver station-nya masing- masing. Namun, posisi mereka belum memberikan titik terang.
Sementara di Jakarta, Menteri Perhubungan Hatta Rajasa mengungkapkan, radar penangkap pancaran sinyal darurat yang dikenal sebagai Emergency Locator Beacon-Aircraft atau ELBA milik Badan SAR Nasional yang berada di Cengkareng, Jakarta, telah rusak jauh sebelum bencana hilangnya pesawat AdamAir KI 574. Karena kerusakan radar itu, Indonesia mengandalkan radar milik Singapura.
Pengakuan kerusakan radar penangkap pancaran sinyal ELBA yang dikenal dengan Local User Terminal (LUT) milik Badan SAR Nasional disampaikan Hatta ketika menjelaskan kerusakan perangkat penerbangan itu. "Terus terang saya sampaikan, ada problem radar di Angkasa Pura dalam sepekan terakhir," ujar Hatta dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (4/1).
Menurut mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), Chappy Hakim, Indonesia perlu melakukan peremajaan teknologi penerbangan sesuai dengan perkembangan teknologi yang pesat untuk tuntutan keselamatan penerbangan. Chappy menyarankan, prioritasnya adalah meremajakan teknologi penerbangan di Bandar Udara Makassar yang semakin padat.
TIM SAR di bawah komando Komandan Lanud Hasanuddin Marsekal Pertama Eddy Suyanto kemarin memfokuskan pencarian di tiga titik koordinat sinyal ELBA, yakni 3.135.257 Lintang Selatan dan 119.917 Bujur Timur di kawasan perbukitan Rantepao, serta titik koordinat 5.36.30 Lintang Selatan dan 118.43.00 Bujur Timur di kawasan perairan Majene.
Keenam pesawat yang terbang bersamaan dengan selisih 30 menit itu ialah satu pesawat intai Boeing 737-200, dua pesawat Cassa, satu Nomad, satu helikopter milik Mabes Polri, dan sebuah pesawat Fokker-50 intai amfibi milik Angkatan Udara Singapura.
"Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga akan mengirimkan kapal Baruna Jaya yang memiliki kemampuan menjejak sonar pencari logam hingga kedalaman laut seribu meter," ujar Menteri Perhubungan Hatta Radjasa usai mendampingi Presiden SBY menerima tiga pakar penerbangan di Kantor Presiden kemarin.
Selain pencarian di udara dan laut, sebuah satelit penginderaan jauh milik Armada Pasifik Angkatan Laut Amerika Serikat juga ikut mencari keberadaan pesawat Adam Air dari langit.
Karena tak juga ada tanda-tanda keberadaan pesawat, Hatta mengatakan tim SAR telah memperluas daerah pencarian. Karena sinyal ELBA sudah padam, pencarian pesawat nahas itu kini hanya dapat dilakukan secara visual dan sonar penjejak logam.
Perluasan daerah pencarian juga dilakukan tim SAR dengan memperhitungkan berbagai kemungkinan kondisi pesawat sebelum mendarat, di antaranya, satu mesin mati mendadak, dua mesin mati mendadak, hingga kemungkinan pesawat meledak di udara.
Berbagai kemungkinan itu diambil karena keberadaan pesawat tidak dapat dicari di posisi yang ditunjukkan sinyal ELBA. Selain itu, pesawat juga tidak ditemukan di posisi ketika kokpit berkomunikasi terakhir dengan ATC Makassar. Karena itu, pencarian terpaksa diperluas ke berbagai koordinat yang mungkin menjadi tempat jatuhnya pesawat.
"Ketika komunikasi terakhir pesawat itu dikatakan ada di ketinggian 32 ribu feet, heading (arah pesawat) menuju kira-kira 15-25 derajat dan kecepatannya kemungkinan 600-700 km per jam. Data-data itu bisa diplot di atas peta dengan melihat chart pesawat Boeing 737. Dari situ bisa dihitung posisi terakhir pesawat dalam berbagai kemungkinan," terang Hatta.
Menurut Hatta, Boeing 737-400 memiliki kemampuan gliding (terbang tanpa dorongan jet) bila kedua mesin pesawat mati mendadak. Misalnya, tersambar petir.
"Dia punya sudut gliding sekian, sehingga kira-kira akan sampai di sini. Kalau hanya satu engine yang mati, dengan sudut gliding yang sekian, diperkirakan akan di sini. Koordinat-koordinat ini menjadi bahan tim SAR untuk mencari," ujarnya.
Hatta mengungkapkan, tim SAR juga mempelajari kemungkinan pesawat meledak dan jatuh ke laut. "Seperti beberapa tahun lalu di perairan Sumatera, ada pesawat membawa petasan kemudian meledak dan jatuh ke laut. Mungkin bisa terjadi seperti ini," terang Hatta.
UNTUK mencari keberadaan pesawat di laut, Rabu lalu telah beroperasi KRI Aceh dan akan menyusul satu kapal pemantau ranjau yang tengah berangkat dari Ambon. Dari Surabaya, kemarin juga diberangkatkan kapal sonar KRI Fatahilah yang sebelumnya ditugasi mencari keberadaan KM Senopati Nusantara yang tenggelam di Pulau Mandalika, Jepara, Jawa Tengah.
Berdasarkan rekaman pembicaraan antara kokpit Adam Air KI-574 dengan Air Traffic Control (ATC) Makassar yang telah diperiksa Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), pesawat nahas itu diduga keluar dari jalur lintasan penerbangan Surabaya-Manado.
Indikasinya, kokpit Adam Air KI-574 sempat meminta ATC Makassar memandunya karena pesawat berubah arah akibat dorongan angin. "Berdasarkan rekaman pembicaraan terakhir pilot dengan ATC Makassar, mereka melaporkan pesawat mengalami cross wind (angin dari arah samping) 74 knot atau 137 kilometer per jam," ungkapnya.
Ketika pilot melaporkan adanya cross wind, kata Hatta, radar di ATC Makassar menangkap pesawat bergeser keluar lintasan ke arah barat. ATC lantas meminta pesawat mengubah arah. Tapi, sebelum sempat mencapai jalurnya, pesawat sudah menghilang dari radar. "Pesawat sempat terpantau heading (mengarah) ke timur. Ketika itu kontak langsung putus," terang Hatta.
Mantan KSAU Chappy Hakim yang kemarin dipanggil Presiden SBY sebagai pakar penerbangan, mengatakan, cross wind adalah fenomena yang lumrah ditemui pilot ketika menerbangkan pesawat di cuaca buruk. Tapi, dia mengakui kecepatan cross wind hingga 74 knot cukup luar biasa. Karena itu, Chappy mengaku heran dengan keberanian pilot menerbangkan pesawat dengan rencana penerbangan (flight plan) yang mengindikasikan ada cross wind 74 knot.
"Kalau saya pilotnya, saya tidak akan lewat jalur (yang kecepatan anginnya) 74 knot. Pilihan rute itu kan dibuat pilot dan disetujui ATC. Kalau tidak disetujui, dia tidak boleh terbang. Seharusnya mereka sudah tahu sebelumnya (cuaca tidak aman untuk penerbangan)," terang mantan pilot Herkules C-130 yang telah mengantongi 3.000 jam terbang itu.
Meski demikian, Chappy mengakui pilot Adam Air telah bertindak tepat dengan meminta panduan dari ATC Makassar ketika menyadari pesawat melenceng dari jalur penerbangannya. "Demi keselamatan penerbangan, jalur rawan sebaiknya dihindari dengan mengurangi ketinggian atau menggunakan jalur di atasnya," paparnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved