LAUT China Selatan selalu menjadi medan tarik menarik kepentingan berbagai negara. Bukan hanya soal garis batas dan klaim historis, tetapi juga soal masa depan keamanan regional, kesejahteraan masyarakat pesisir, dan stabilitas ekonomi yang menjadi taruhannya.
Dalam konteks ini, Indonesia memiliki peran yang sangat penting. Namun, sejauh mana kita sebenarnya telah melangkah dalam diplomasi di Laut China Selatan?
Indonesia, dengan posisi geografisnya yang strategis meskipun tak bersinggungan langsung dengan wilayah konflik, memiliki kepentingan besar di kawasan ini. Tidak dapat disangkal, peran Indonesia dalam ASEAN dan forum-forum internasional seperti PBB merupakan kunci utama untuk menciptakan dialog dan kompromi di antara negara-negara yang bersengketa.
Tapi, memurnikan diplomasi tidaklah cukup. Kita harus menerjang lebih dalam dan melihat bagaimana langkah kita dalam membawa ketenangan di tengah gelombang besar Laut China Selatan.
Salah satu wajah dari diplomasi Indonesia adalah kemampuannya sebagai mediator. Pengalaman kita menunjukkan bahwa mendamaikan dan memfasilitasi dialog adalah kekuatan yang harus terus diasah.
Stabilitas di kawasan ini bukan hanya soal menghentikan konflik, tetapi juga memastikan bahwa setiap negara, termasuk Indonesia, mendapat porsi keadilan dalam mengelola kekayaan laut.
Investasi dalam infrastruktur maritim serta pengembangan blue economy adalah langkah strategis yang bisa menjadi angin segar untuk masyarakat pesisir dan meningkatkan daya tawar kita di mata dunia. Namun, adakah kita sudah maksimal?
Identifikasi masalah dan tawarkan solusi komprehensif ini adalah prinsip yang perlu dijalani. Investasi dalam pembangunan infrastruktur maritim, misalnya, bukan sekadar proyek-proyek fisik yang monumental.
Di baliknya ada cerita panjang tentang dukungan kepada nelayan lokal, perbaikan taraf hidup mereka, serta pemberdayaan generasi muda melalui pendidikan maritim dan pelatihan pertahanan.
Apa yang membangkitkan rasa keadilan jika nelayan kita, yang sejak dahulu kala menggantungkan hidupnya pada laut, mendapatkan perhatian dan kesempatan untuk hidup lebih sejahtera?
Namun, diplomasi tidak hanya bergerak di level pemerintahan. Keterlibatan masyarakat sangat vital, yang sering luput dari pandangan. Mengintegrasikan kesadaran masyarakat akan pentingnya perbatasan laut dan kedaulatan adalah langkah kecil namun berdampak besar dalam memperkuat diplomasi kita.
Selanjutnya, terdapat strategi besar dalam mempromosikan posisi dan pandangan Indonesia di ruang-ruang internasional. Tak bisa dipungkiri, jangkar solidaritas ASEAN adalah kunci untuk menggerakkan perubahan yang lebih luas.
Dengan memperkuat aliansi strategis dan mengirimkan sinyal yang jelas di forum-forum global, kita dapat menggalang dukungan internasional yang lebih solid.
Tetapi, ini hanya sepotong dari puzzle besar yang harus kita rakit.
Sumber daya manusia merupakan elemen penting lainnya. Pengembangan sumber daya manusia dan pelatihan di bidang maritim dan pertahanan harus berada di puncak agenda kita. Bagaimana kita bisa melindungi sebuah wilayah jika kita sendiri tidak siap dan kurang berkapasitas?
Momentum pelatihan bukanlah perkara hitung-menghitungkan angka, ini soal investasi jangka panjang dalam pertahanan dan keamanan laut kita.
Diplomasinya sendiri harus bersifat holistik. Kita tidak bisa mengandalkan satu aspek saja, harus ada integrasi yang mendalam antara pendekatan diplomatik, ekonomi, politik, dan sumber daya manusia.
Konsolidasi antar instansi pemerintah dan partai politik sangat penting untuk mendukung setiap langkah yang diambil.
Kita harus bergerak sebagai satu bangsa, satu visi, dan satu misi?" Demi menjaga kedaulatan dan menjamin masa depan yang sejahtera.
Sejauh mana kita melangkah? Pertanyaan ini bukan hanya soal perjalanan diplomatik, tapi juga refleksi dari upaya kita sebagai bangsa.
Menjaga Laut China Selatan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga tanggung jawab setiap individu yang hidup di dalamnya.
Mari kita terus berjalan, saling bergandengan tangan, dan memastikan setiap langkah kita membawa Indonesia menuju keadilan, kesejahteraan, dan perdamaian yang hakiki.
*Penulis adalah Dosen UIN Raden Intan Lampung
© Copyright 2024, All Rights Reserved