Ekonom Paramadina, Wijayanto Samirin, menyarankan agar perusahaan BUMN yang menjalankan program subsidi, seperti PT Pertamina dan PT PLN, tak tergabung ke dalam rencana superholding BUMN, yaitu Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Menurut Wijayanto, keterlibatan kedua perusahaan tersebut berisiko menurunkan nuansa korporasi yang diharapkan hadir dalam pengelolaan Danantara.
“BUMN yang menjalankan program subsidi/PSO dan menguasai hajat hidup orang banyak, seperti Pertamina dan PLN, idealnya tidak masuk Danantara; sehingga Danantara mempunyai DNA korporasi yang lebih kental,” kata Wijayanto Jumat (15/22/2024).
Menurut Wijayanto, agar Danantara dapat mengelola perusahaan-perusahaan di bawahnya dengan orientasi pada pengembalian investasi (ROI) yang tinggi, maka perusahaan-perusahaan tersebut harus terbebas dari campur tangan politik.
Supaya bisa menjadi seperti Temasek, kata Wijayanto, campur tangan politik harus dihindari. Untuk itu diperlukan payung hukum yang memadai.
Sementara jika PLN dan Pertamina bergabung ke dalam Danantara, kata Wijayanto, keduanya tidak bisa sepenuhnya diperlakukan sebagai investasi murni, melainkan sebagai kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai amanat konstitusi. Hal ini dinilai akan bertentangan dengan visi yang hendak dicapai oleh Danantara.
“Proses penentuan subsidi, harga jual dan kebijakan lainnya terkait kedua BUMN tersebut perlu diputuskan di DPR. Jika mereka masuk di bawah Danantara, maka Danantara akan terseret ke dalam urusan legislasi dan politik yang panjang. Ini menghambat upaya mewujudkan Danantara menjadi sovereign wealth fund (SWF) kelas dunia,” jelas Wijanto.
Oleh karena itu, Wijayanto menekankan perlunya pemerintah melakukan kajian mendalam dan berhati-hati dalam menyusun cetak biru superholding ini agar tak berakhir sia-sia.
“Pemerintah perlu lebih berhati-hati dalam menyusun cetak biru Danantara, jika salah desain, tidak akan mendatangkan manfaat, justru menjadi beban,” pungkasnya.
Rencananya BPI Danantara akan mengelola aset-aset milik BUMN dan Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Tujuh perusahaan pelat merah jumbo itu antara lain PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk, PT PLN, PT Pertamina, PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk, PT Telkom Indonesia Tbk, dan MIND ID. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved