Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Maria Farida mengaku sangat prihatin membaca sejumlah produk UU yang dihasilkan pemerintah dan DPR RI belakangan ini.
Di mata Maria, banyak produk UU yang dibuat hanya berdasarkan kepentingan kelompok dan hasil kompromi partai saja. Bukan lagi didasarkan suatu kajian mendalam atas kepentingan dan kebutuhan yang sesungguhnya dari masyarakat.
"Rusak jadinya negara ini, kalau pembuatan UU hanya didasarkan kepentingan sekelompok golongan atau pihak saja. Apalagi, UU itu merupakan hasil kompromi yang sama sekali mengabaikan etika dan moral yang berlaku di masyarakat,"ujarnya.
Menurutnya, bongkar pasang UU yang saat ini menjadi mode baru di Indonesia menunjukkan bahwa pembahasan awal hingga tahap pengesahan suatu UU dilakukan secara asal-asalan dan orang-orang yang membuatnya tidak kompeten dan memahami dengan apa yang dibuatnya.
"Buat UU kok seperti main-main saja. Bongkar pasang dengan mudahnya. Jadi, buat bingung masyarakat saja,"kata Maria.
Memang, kemampuan dan kualitas sebagian besar anggota DPR dalam melakukan pembahasan dan menghasilkan produk undang-undang (UU) patut dipertanyakan.
Pasalnya, banyak di antara mereka yang sama sekali tidak mengerti materi yang akan diundangkannya. Lucunya, hanya orang-orang tertentu saja yang terlihat serius dan sibuk mengurusi pembahasan UU. Itu pun, karena ada kepentingan dari partai politiknya.
Demikian dikemukakan Direktur LBH Jakarta Irianto Subiakto dalam diskusi memperingati ulang tahun ke 5 Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), di Jakarta, Jumat (11/7) malam.
"Kualitas perwakilan kita di DPR sangat payah dan memprihatinkan. Saya ragu, mereka (anggota DPR,red) mengerti atau tidak dalam melakukan pembahasan suatu produk UU yang sebenarnya membutuhkan kajian mendalam sebelum diluncurkan ke masyarakat,"kata Direktur LBH Jakarta Irianto Subiakto di Jakarta, akhir pekan ini.
Menurutnya, DPR pandai sekali memanfaatkan rancangan-rancangan UU yang ditawarkan organisasi non pemerintah (ornop). Sering kali, draf UU hasil kajian ornop diambil DPR untuk dibahas dan dijadikan UU.
Namum, menjelang detik-detik terakhir akan disahkannya UU itu, muncul pasal-pasal ajaib dan kontroversial yang sering kali disisipkan demi kepentingan tertentu. "Ketika disahkan UU itu dan kemudian menimbulkan polemik di masyarakat, maka yang kena batunya ornop-ornop juga. Karena, masyarakat tahu-nya draf UU itu berasal dari ornop,"Irianto.
Sementara anggota Komisi II DPR Dwi Ria Latifah mengakui adanya anggota DPR yang tidak berkualitas seperti yang diharapkan masyarakat. "Banyak di antara mereka yang tidak mengerti dengan apa yang dibahas dalam pembuatan suatu UU. Tapi banyak juga yang paham akan itu. Inilah realitasnya. Mereka ada di DPR karena mereka wakil dari partainya,"kata Ria.
Menjawab pertanyaan mengenai bagaimana meningkatkan kualitas dan kemampuan anggota DPR, Ria mengatakan, memang tidak ada mekanismenya.
"Peningkatan kualitas anggota DPR tergantung dari anggota DPR itu sendiri. Jika anggota DPR tidak ada kemauan memperbaiki diri maka bisa dilihat dari produk keputusan yang dihasilkannya," ujar Ria.
© Copyright 2024, All Rights Reserved