Terdakwa Haposan Hutagalung dituntut 15 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum perkaranya. Tak terima dengan tuntutan tersebut, Haposan mengadu ke Kejaksaan Agung. Melalui pengacaranya, Haposan mengadukan JPU perkaranya ke Bagian Pengawasan Kejagung.
Pengaduan tersebut disampaikan oleh Jhon SE Panggabean yang mendatangi Kejagung, Jumat (07/01). “Kedatangan ke Jamwas ini untuk memasukkan pelaporan dari klien saya, terkait dengan persidangan di mana Haposan dituntut JPU dengan 15 tahun penjara," kata kuasa hukum Haposan itu kepada wartawan.
Jhon menjelaskan uraian yang disampaikan JPU dalam tuntutan Haposan tidak sesuai dengan fakta persidangan hingga Haposan beranggapan itu adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Dikatakan Jhon, uraian JPU yang menjadi dasar tuntutan tidak sesuai dengan fakta persidangan yang ada. "Antara lain, Haposan dituduh merekayasa membuat perjanjian yang diduga fiktif, padahal dalam persidangan hal tersebut tidak terbukti,” klaim dia sepihak.
Dalam pandangan Jhon, yang terbukti di persidangan justru adalah Lambertus (perkaranya sudah diputus) mengatakan perjanjian tersebut dibuat dia sendiri. Jhon menampik kliennya tahu perjanjian itu. “Perjanjian itu dilakukan tanpa sepengetahuan dari haposan, bahkan kuitansinya dibuat oleh Gayus,” ujar dia.
Lebih jauh, Jhon mengatakan, di dalam tuntutan mengatakan bahwa Haposan yang memberikan uang ke penyidik ke Arafat dan Sri Sumartini. Padahal, sambung dia, dalam persidangan baik Haposan maupun penyidik sama sekali tidak memberikan uang dan menerima uang.
Sampai akhir persidangan, pihak Haposan telah meminta agar surat perjanjian fiktif itu aslinya diserahkan. Dan JPU sudah berkali-kali berjanji akan memberikan bukti perjanjian itu, tapi sampai akhir tidak dikasih. “Ada apa ini?" katanya.
Jhon mengatakan, pihak sudah melayangkan surat kepada pengadilan yang isinya meminta agar JPU menunjukkan asli surat tersebut, tapi tidak juga diberikan. “Karena itu, kami melapor ke pengawasan," tandas dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved