Berakhir sudah kontroversi soal cessie Bank Bali sebesar Rp546,468 miliar yang kini tersimpan di Bank Permata. Mahkamah Agung (MA) Selasa (9/5) pekan lalu menjatuhkan putusan kasasi mengabulkan permohonan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan membatalkan perjanjian cessie antara Bank Bali dan PT Era Giat Prima (EGP). Keputusan perdata secara de jure itu mengatakan dana tersebut adalah milik negara, dalam hal ini Bank Permata. Dengan begitu, secara hukum posisi Bank Permata semakin diperkuat oleh keputusan MA itu.
Semula Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mendesak agar jajaran direksi Bank Permata segera menyerahkan dana tersebut ke escrow account atau rekening penampungan kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, R Himawan Kaskawa SH. Bahkan, Direktur Utama Bank Permata Agus Martowardoyo sempat dipanggil ke kantor Kejari Jaksel untuk membicarakan persoalan dana tersebut. Namun pihak Bank Permata enggan menyerahkan dana tersebut karena khawatir menyebabkan lubang likuiditas bagi Bank Permata. Padahal, dalam waktu dekat BPPN merencanakan untuk mendivestasi bank hasil merger dari lima bank --Bank Bali, Universal, Patriot, Arthamedia, dan Prima Express-- ini.
Sejumlah kalangan perbankan pun turut berkomentar soal desakan agar Bank Permata menyerahkan dana tersebut. Pengamat Perbankan Pradjoto sejak awal menentang keras upaya tersebut. Alasannya, kepemilikan dana Rp546,468 miliar itu seharusnya masuk dalam yurisdiksi hukum perdata. Bahwa uang itu dijadikan barang bukti, itu benar. Tapi, bukan milik PT EGP. Lagi pula pada 15 Oktober 1999 melalui SK No 423, BPPN sudah membatalkan perjanjian cessie antara EGP dan Bank Bali. Selain itu, perjanjian cessie Bank Bali - EGP menciptakan lubang besar pada Bank Bali sebesar Rp46,468 miliar. Karena itu, rencana eksekusi Jaksa Agung atas dana cessie Bank Bali menjadi tidak kredibel dan batal demi hukum.
Persoalan dana cessie Bank Bali berawal dari perjanjian pengalihan (cessie) tagihan piutang Bank Bali ke BDNI (Rp598 miliar) dan BUN (Rp200 miliar) pada 11 Januari 1999, antara Bank Bali dan PT EGP. Selanjutnya, 3 Juni 1999 BPPN menginstruksikan transfer dana dari rekening Bank Bali di Bank Indonesia ke sejumlah rekening berjumlah Rp798 miliar secara bersamaan (Rp404 miliar ke rekening PT EGP di Bank Bali Tower, Rp274 miliar ke rekening Djoko S. Tjandra di BNI Kuningan dan Rp120 miliar ke rekening PT EGP di BNI Kuningan).
Setelah tagihan itu cair, PT EGP menulis surat ke BPPN yang berisi permintaan agar kewajiban PT BUN kepada Bank Bali sebesar Rp204 miliar dan bunga sebesar Rp342 miliar dibayarkan kepada PT EGP. Selanjutnya, PT EGP milik Djoko S Tjandra mendapat fee tadi, sebesar Rp546,468 miliar. Namun karena kemudian kasus ini mencuat ke permukaan dan Dirut PT EGP Djoko S Tjandra dimeja-hijaukan, akhirnya PT EGP mengembalikan dana tersebut ke Bank Bali.
Ternyata dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, terdakwa korupsi Djoko S Tjandra divonis bebas. Setelah keluar putusan ini PT EGP menggugat ke PTUN agar BPPN (kini menguasai Bank Permata) mencabut pembatalan perjanjian cessie dan menyerahkan dana tersebut ke PT EGP. Kemudian, pada Maret 2002 gugatan PT EGP tersebut ditolak MA.
Pada 12 Juni 2003 Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mengirim surat kepada direksi Bank Permata agar menyerahkan barang bukti berupa uang Rp546,468 miliar tadi. Permintaan ini akhirnya tak terwujud dengan keluarnya putusan kasasi MA yang memenangkan BPPN.
Sementara itu, Kapuspenkum Kejaksaan Agung Kemas Yahya Rahman mengatakan, Kejaksaan akan mempertimbangkan secara hati-hati tentang rencana eksekusi dana Rp546,468 miliar di Bank Permata. Langkah ini diambil menyusul pernyataan Ketua MA Bagir Manan soal dana cessie Bank Bali.
Pihak kejaksaan akan mempelajari terlebih dulu secara detil putusan kasasi MA atas kasus Bank Bali yang melibatkan dua terdakwa, di mana putusan kasasinya saling berbeda. Untuk perkara dengan terdakwa Djoko S Tjandra sudah diputus bebas. Putusan ini berkonsekuensi dana cessie harus dieksekusi dikembalikan ke PT EGP. Tapi, dalam perkara dengan terdakwa terdakwa Pande Lubis, di PN divonis bebas, majelis kasasi memutuskan hukuman empat tahun penjara. Konsekuensi dari putusan ini dana tersebut tetap dikuasai oleh Bank Permata.
“Andaikata putusan itu benar tentunya ini akan dipelajari secara detil untuk dijadikan pertimbangan berkaitan dengan eksekusi dana cessie Rp546 miliar. Tapi hingga hari ini (Jumat, 12/3) kami belum menerima salinan putusan itu,” jelas Kemas.
© Copyright 2024, All Rights Reserved