Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan pemeriksaan terhadap Bos Agung Sedayu Grup, Sugiyanto Kusuma alias Aguan yang juga sudah dicegah tangkal (cekal) keluar negeri. Pencegahan tersebut terkait penyidikan kasus dugaan suap pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) DKl Jakarta terkait Reklamasi Teluk Jakarta.
Penyidik KPK akan segera memanggil Aguan. Aguan terpaksa harus dicegah agar memudahkan penyidikan kasus ini. "Iya (segera dipanggil). Itu tujuannya dia dicegah," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, Senin (04/04).
Namun Saut tidak menjelaskan kapan pengusaha pengembang properti itu akan diperiksa. Namun pihak KPK memang tengah mendalami keterlibatan Aguan dalam kasus tersebut. "Ada potensi kaitannya," ujar Saut.
Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati mengaku belum mendapatkan jadwal pemeriksaan Aguan. Yuyuk hanya menyebut bahwa Aguan dicegah untuk kepentingan penyidikan. "Agar sewaktu-waktu yang bersangkutan diperiksa, dia tidak sedang berada di luar negeri," kata Yuyuk.
Tercatat ada beberapa pengembang yang menggarap proyek reklamasi pengembangan 17 pulau buatan di Teluk Jakarta. Termasuk di antaranya adalah PT Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan Agung Podomoro Land) serta PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan Agung Sedayu Group).
Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja beserta karyawannya, Triananda Prihantoro kemudian terungkap tengah mencoba menyuap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi hingga miliaran rupiah.
Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil P?rovinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara
Saat ini, penyidik baru menetapkan tiga orang tersangka, yakni Ariesman, Triananda serta Sanusi. Namun KPK masih menelusuri mengenai adanya keterlibatan pihak-pihak lain.
Sebagai pihak penerima suap, Sanusi disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara diduga sebagai pihak pemberi, Arieswan dan Triananda diduga telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
© Copyright 2024, All Rights Reserved