Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 3 persoalan terkait penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri. Temuan tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan kinerja atas pembinaan dan pengawasan pemerintah dalam penempatan dan perlindungan TKI.
Persoalan pertama yakni, adanya tumpang tindih wewenang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam penempatan dan perlindungan TKI. Tumpang tindih itu karena adanya dua aturan yang mengatur terkait persoalan TKI.
"Perlu ada koordinasi antara pihak terkait guna mempercepat pembahasan perubahan UU 39 tentang TKI, karena tumpang tindih dengan aturan-aturan penempatan dan perlindungan TKI yang menjadi wewenang pemerintah daerah," kata Kepala Biro Humas dan Kerjasama Internasional BPK R Yudi Ramdan Budiman di kantor BPK di Jakarta, Rabu (06/05).
Persoalan kedua, yakni masih terjadinya dualisme wewenang rekrutmen antara Kementerian Tenaga Kerja dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI. Dari sisi Kementerian Tenaga Kerja, proses rekrutmen TKI harus melalui bursa tenaga kerja. Sementara dari BNP2TKI, rekrutmen dapat melalui sponsor.
Yudi menjelaskan, setelah rekrutmen dilaksanakan, tahapan selanjutnya adalah prapenempatan. Dalam tahapan ini, seorang calon TKI akan diberikan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka sebelum dikirim ke negara tujuan.
Namun, sering kali tahapan prapenempatan ini tidak dilaksanakan secara optimal. Sehingga, hal tersebut membuat banyaknya kasus kekerasan terhadap para TKI lantaran mereka tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk bekerja.
"Permasalahan penempatan TKI itu dari hasil pemeriksaan kita 80 persen berada pada tahap prapenempatan," kata Yudi.
Persoalan terakhir, yakni tidak adanya sinkronisasi sistem informasi data TKI antara Kementerian Tenaga Kerja dengan BNP2TKI. Ketidaksinkronan itu juga berlaku bagi data perusahaan penyalur TKI swasta (PPTKIS) antara kedua instansi itu.
"BNP2TKI tidak update soal PPTKIS yang di-blacklist. Kalau ini dibiarkan akan memberikan peluang tidak tervalidasinya data PPTKIS yang benar, sehingga mereka dapat secara lalai melakukan rekruitmen tenaga kerja dan memberangkatkannya ke luar negeri," pungkas Yudi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved