Setelah beragam pernyataannya yang terkesan mengintervensi kebijakan dalam negeri pemerintah Indonesia, kali ini Ralph L. Boyce ,Duta Besar AS di Indonesia kembali menanggapi persoalan yang justru kian bisa merendahkan martabatnya.
Seakan menjadi juru bicara {Koran Tempo}, Boyce, seperti dikutip {International Herald Tribune} (IHT) edisi Senin 2 Februari 2004 dalam berita berjudul {Melawan Pers Indonesia ke Persidangan, Indonesia: Taktik Baru Melawan Pers}, mengatakan tanpa publikasi seperti {Koran Tempo}, proses reformasi Indonesia berada dalam bahaya. “Kami menghormati profesionalisme Grup Media Tempo dan peran yang dilakukannya berpegang pada prinsip-prinsip demokrasi negara,” ungkap Boyce.
Apa iya? Mungkin Boyce lupa, bahwa dinegeri sendiri, soal institusi pers digugat oleh masyarakat yang merasa dirugikan akibat pemberitaan yang tidak berdasarkan fakta, seperti yang diamanatkan undang-undang, adalah sesuatu yang biasa. Mungkin Boyce lupa, bahwa media dinegaranya {Washington Post} misalnya, setelah disomasi oleh masyarakat dan {Washington Post} meminta ma’af, bahkan mencabut pemberitaannya yang diakuinya tidak akurat dan tidak berdasarkan fakta sebenarnya.
Lantas, apa yang aneh atau tidak disukai Boyce atas gugatan Tomy Winata terhadap Koran Tempo dan Majalah Tempo? Ada kepentingan apa Boyce, yang notabene sebagai diplomat di Indonesia dengan Tempo? Padahal, Tempo hanyalah sebagian kecil dari sekian ratus ribu institusi pers yang ada di Indonesia. Sulit mencari jawabannya.
Menurut Ruhut Sitompul, pengacara berkuncir ini, tindakan Boyce bisa dikatagorikan mencampuri persoalan hukum di Indonesia. Khususnya terkait dengan kasus Tempo Grup. “Apa Dubes AS tahu akibat kebebasan pers di Indonesia sekarang ini, apalagi dengan gaya-gaya Tempo justru merusak reformasi itu sendiri dan merusak citra pers. Tempo Grup bukanlah pers yang seperti dikatakan Boyce,” ungkap Ruhut.
Menurut Ruhut, sepertinya Dubes AS tidak mengerti dengan persoalan sesungguhnya yang terjadi antara Tempo dengan pengusaha Tomy Winata. Dilihat dari pernyataan tersebut, terlihat dia mau cari simpatik saja. Sayangnya, Dubes AS tidak tidak tahu, bahwa banyak juga pers yang jauh lebih baik dari Tempo.
“Apa Dubes AS itu menyadari dengan pemberitaan Tempo banyak hak asasi dari Tokoh-tokoh di Indonesia dilanggar oleh Tempo,” kata Ruhut. Seharusnya Dubes AS itu juga menyadari di negaranya yang begitu liberal itu saja dan sangat menjunjung tinggi HAM, pers bisa saja digugat karena pemberitaan.
Bahkan, kata Ruhut, langkah hukum yang dilakukan Tomy Winata banyak disetujui tokoh-tokoh Indonesia lainnya. “Saya kira mereka berterima kasih dengan langkah-langkah yang dilakukan Tomy Winata. Kenapa? Karena mereka tidak mampu dan tidak berani melakukan itu (melawan Tempo). Jadi bagi saya Tomy Winata adalah seorang tokoh yang berani mengontrol pers yang salah. Tempo bukan barometer kebebasan pers Indonesia, tegasnya.
Sementara dalam pandangan pengacara kondang OC Kaligis apa yang dinyatakan Boyce itu sangat disayangkan. Kaligis mengingatkan di dunia ini tidak ada orang atau institusi yang kebal hukum. “Personil Tempo juga manusia biasa yang bisa dikenakan tindakan hukum jika melakukan sebuah kesalahan. Bayangkan saja, Presiden AS George W Bush saja bisa digugat karena soal perang di Irak,” katanya.
Seyogyanya, sebagai seorang pejabat negara pelopor demokrasi, Boyce juga tahu bahwa di AS pun bila sebuah media melakukan sebuah kesalahan maka bisa dikenakan sanksi hukum. Lihat saja misalnya Peter Arnett, karena wawancaranya tersebut maka dia diberhentikan dari CNN. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia.
“Kalau kita ingin ada yang kebal hukum, maka negara ini berada dalam kondisi bahaya. Kalau begitu kita semua jadi wartawan saja agar kebal hukum,” imbuhnya.
Kaligis juga mengingkatkan, bahwa Indonesia adalah sebuah negara berdaulat, termasuk soal hukum. Hukum di Indonesia tersendiri. Putusan pengadilan itu bersifat mandiri, bebas dari intervensi pihak luar, termasuk dari dari luar negeri. Apalagi sebagai sebuah negara, Indonesia tidak pernah mencampuri urusan hukum di negara lain.
© Copyright 2024, All Rights Reserved