Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan kronologi operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Ngada Marianus Sae pada Minggu (11/02). Ia ditangkap di Surabaya beberapa saat setelah menerima suap. Pelaku lainnya diamankan di Kupang dan Bajawa.
Suap menyuap tersebut terkait proyek pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Kasus ini diendus KPK berdasarkan informasi dari masyarakat.
“Setelah mendapatkan informasi dari masyarakat dan pengecekan ke lapangan dan melakukan serangkaian penyidikan, KPK melakukan tangkap tangan pada 11 Februari 2018 di Surabaya, Kupang, dan Bajawa," terang Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Senin.
Basaria menjelaskan, dalam operasi ini, KPK mengamankan total lima orang terdiri atas dua orang diamankan di Surabaya, satu orang di Kupang, dan dua orang di Bajawa, Kabupaten Ngada.
Adapun lima orang itu adalah Marianus Sae, Direktur PT Sinar 99 Permai (S99P) Wilhelmus Iwan Ulumbu sebagai pemberi suap, Ketua Tim Penguji Psikotes Calon Gubernur NTT ATS, ajudan Bupati Ngada DK, dan pegawai Bank BNI Cabang Bajawa PP.
Basaria menjelaskan, sebelum OTT dilakukan, KPK telah menerima informasi dari masyarakat dan melakukan pengecekan di lapangan.
“Tim menelusuri kebenaran informasi tersebut dan pada Minggu 11 Februari, tim bergerak secara paralel ke tiga lokasi di Surabaya, Kupang, dan Bajawa," ujar Basaria.
Selanjutnya, sekitar pukul 10.00 WIB, tim pertama bergerak menuju ke sebuah hotel di Surabaya dan mengamankan dua orang, yaitu Marianus dan ATS.
“Dari tangan Marianus, tim mengamankan sebuah ATM dan beberapa struk transaksi keuangan," tuturnya.
Kemudian, tim kedua yang sudah berada di Kupang mengamankan DK di posko pemenangan di Kupang sekitar pukul 11.30 WITA.
“Tim ketiga yang sudah berada di Bajawa mengamankan Wilhelmus di kediamannya di Bajawa pukul 11.30 WITA dan juga mengamankan PP di kediamannya di Bajawa sekitar pukul 11.45 WITA," terang Basaria.
Kelima orang yang diamankan di Surabaya, Kupang, dan Bajawa itu kemudian menjalani pemeriksaan awal di tempat, yaitu terhadap Marianus dan ATS di Polda Jawa Timur, DK di Polda NTT, dan Wilhelmus dan PP di Polres Bajawa.
Setelah pemeriksaan awal tersebut, tim menerbangkan Marianus, ATS, dan DK pada Minggu (11/02) malam untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut di gedung KPK Jakarta.
Dikatakan Basaria, pemberian uang dari Wilhelmus kepada Marianus terkait fee proyek-proyek di Kabupaten Ngada. Wilhelmus merupakan salah satu kontraktor di Ngada yang kerap mendapatkan proyek-proyek di Kabupatem itu sejak 2011.
Wilhelmus membukakan rekening atas namanya sejak 2011 dan memberikan ATM bank tersebut kepada Marianus pada 2015.
Total uang yang ditransfer maupun diserahkan secara tunai oleh Wilhelmus kepada Marianus sekitar Rp4,1 miliar.
"Pemberian dilakukan pada November 2017 Rp1,5 miliar secara tunai di Jakarta, Desember 2017 terdapat transfer Rp2 miliar dalam rekening Wilhelmus, 16 Januari 2018 diberikan tunai di rumah Bupati Rp400 juta, 6 Februari 2018 diberikan tunai di rumah Bupati Rp200 juta," ucap Basaria.
Basaria melanjutkan, pada 2018, Wilhelmus dijanjikan proyek di Kabupaten Ngada senilai Rp54 miliar terdiri atas pembangunan jalan Poma Boras Rp5 miliar, jembatan Boawe Rp3 miliar, jalan ruas Ranamoeteni Rp20 miliar, ruas jalan Riominsimarunggela Rp14 miliar, ruas jalan Tadawaebella Rp5 miliar, ruas jalan Emerewaibella Rp5 miliar, dan ruas jalan Warbetutarawaja Rp2 miliar.
KPK menduga, uang suap yang diterima itu akan digunakan Marianus untuk kepentingan Pilgub NTT. Marianus sudah menjabat selama dua periode sebagai Bupati Ngada itu dan maju dalam pilkada gubernur NTT 2018 berpasangan dengan Emy Nomleni yang diusung oleh PDIP dan PKB.
© Copyright 2024, All Rights Reserved