Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai akhir tahun ini hanya bakla mencapai level 5,2 persen. Proyeksi tersebut lebih rendah dari perkiraan Maret lalu, sebesar 5,3 persen.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves, mengatakan proyeksi dibuat karena meningkatnya risiko di dalam ekonomi domestik Indonesia. Peningkatan risiko yang disoroti Bank Dunia akan berasal dari perlambatan kinerja ekspor.
Bank Dunia memperkirakan meningkatnya proteksionisme perdagangan belakangan ini, sedikit banyak akan melemahkan kinerja ekspor Indonesia. Selain dipicu pelemahan ekspor, penurunan proyeksi pertumbuhan tahun ini juga didasarkan pada pertumbuhan investasi tinggi yang akan mendongkrak impor.
Peningkatan impor akan membuat defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit melebar. Meski demikian, proyeksi Bank Dunia defisit masih sekitar dua persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Investasi banyak impor, ekspor bersih yang menurun akan membebani pertumbuhan, oleh karena itulah perkiraan tersebut dibuat," ujar dia di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (06/06).
Selain dari pelemahan kinerja perdagangan, tekanan terhadap pertumbuhan ekomomi 2018 juga akan datang dari pengetatan dan normalisasi kebijakan moneter yang dilakukan oleh beberapa negara di dunia, terutama Amerika Serikat (AS).
Rencana kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, The Federal Reserve diperkirakan akan memicu imbal hasil atau yield surat utang (US Treasury) yang naik lebih cepat. Kenaikan yield yang cepat akan memicu kesulitan keuangan di Argentina dan Turki dan selanjutnya berdampak ke negara-negara berkembang lain, termasuk Indonesia.
Kenaikan tersebut akan mengakibatkan peningkatan biaya pembiayaan bagi negara-negara berkembang. "Hal ini membuat masih ada risiko signifikan dari volatilitas lebih lanjut di pasar keuangan dan pasar modal global," katanya.
Selain itu, normalisasi kebijakan moneter global, tekanan juga akan datang dari kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan Bank Indonesia (BI) belakangan ini.
Sementara dari sisi fiskal, meski belanja melonjak karena peningkatan subsidi BBM dan belanja bantuan sosial, Bank Dunia memperkirakan defisit anggaran masih di kisaran 2,1 persen dari PDB.
Terkendalinya defisit bisa terjadi karena pos penerimaan negara diperkirakan akan meningkat, sejalan dengan reformasi penerimaan yang dilakukan pemerintah.
© Copyright 2024, All Rights Reserved