Tim 8, begitu sebutan Tim yang menangani silang-sengketa kasus Bibit-Chandra. Ketika itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk tim 8 guna memberikan saran untuk penyelesaian kasus tersebut. Memang Tim 8 sudah bubar. Namun, para mantan anggotanya akan berkumpul Jumat (04/06) sore ini. Tim yang dipimpin advokat senior Adnan Buyung Nasution itu, akan membahas kembali perkembangan kasus terkini, sehubungan dimentahkannya SKPP yang dikeluarkan Kejaksaan Agung di meja pengadilan tingkat II (Pengadilan Tinggi) DKI Jakarta.
"Ya, jam 4 sore nanti kami akan berkumpul kembali. Semuanya bakal hadir kecuali Pak Anies Baswedan. Kami akan meminjam kantor Satgas Pemberantasan Mafia Hukum," kata mantan Sekretaris Tim 8, Denny Indrayana saat dihubungi wartawan dari Jakarta, Jumat pagi (04/06).
Denny menyebutkan, Tim 8 sudah menyiapkan sejumlah usulan menyikapi perkembangan kasus Bibit Samad Rianto, dan Chandra M Hamzah. Ia memastikan ada beberapa usulan yang nantinya akan disampaikan ke pihak kejaksaan.
Usulan tersebut antara lain, agar kejaksaan mengeluarkan deponering alias penutupan kasus Bibit-Chandra. Denny menilai itu langkah paling tepat, untuk menghentikan penuntutan terhadap dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut.
Saran lainnya, melakukan upaya hukum atas putusan banding yang ditolak pihak Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, kemarin. Yaitu, segera menempuh upaya mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung, dengan melengkapi bukti-bukti yang ada.
Tim 8, kita tahu sengaja dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberikan saran atas kasus yang menimpa dua pimpinan KPK, Bibit dan Chandra, beberapa waktu lalu. Ketika itu, berkembang isu adanya upaya mengkriminalkan KPK, agar secara kelembagaan melemah, dan tak lagi bertaji dalam pengusutan kasus-kasus korupsi yang tetap marak di Tanah Air.
Setelah Ketua KPK Antasari Azhar ditahan dalam kasus pidana pembunuhan, dua wakil ketua lainnya, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah juga menjadi tersangka, dan ditahan dalam kasus penyuapan. Polisi menuding keduanya terlibat kasus suap, dan upaya penghentian penyidikan perkara yang dilakukan Anggodo Widjojo, adik kandung Anggoro Widjojo, DPO kasus korupsi di Kementerian Kehutanan.
Sejumlah pengamat, dan publik percaya semua itu bagian dari skenario besar untuk melemahkan KPK. Umum melihat hal itu sebagai serangan balik para mafia hukum untuk memangkas kaki KPK agar tak lagi galak dalam mengusut kasus.
Kesalahan Tim 8
Penerbitan SKPP oleh kejaksaan, sepenuhnya menjalankan rekomendasi Tim 8. Untuk menghentikan proses hukum atas Bibit dan Chandra, Tim 8 merekomendasikan tiga alternatif, yakni kepolisian menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), Kejaksaan menerbitkan SKPP, atau jika Kejaksaan berpendapat bahwa demi kepentingan umum, perkara perlu dihentikan, maka berdasarkan asas opportunitas, Jaksa Agung dapat mendeponir perkara ini.
Dari pertimbangan Tim yang diketuai Adnan Buyung Nasution itu, Presiden akhirnya menyerahkan sepenuhnya kepada pihak Kejaksaan dan Kepolisian untuk menyikapi kasus tersebut. Kejaksaan Agung, 1 Desember 2009 mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Bibit-Chandra. Berdasarkan surat itulah Bibit dan Chandra keluar dari ruang tahanan, dan kembali bertugas di KPK.
Pengamat hukum dari HIJ’D Institut Ichie Siregar kepada politikindonesia.com pernah mengkritik rekomendasi Tim 8 yang dianggapnya tergesa-gesa. Rekomendasi itu membuat penyelesaian kasus Bibit –Chandra tidak kunjung tuntas, termasuk munculnya perseteruan antara Komjen (Pol) Susno Duadji dengan para petinggi kepolisian.
Ichie menilai hal ini merupakan buntut dari kesalahan Tim 8 yang merekomendasikan pemberian sanksi kepada Susno dan kemudian berujung pada pencopotan yang bersangkutan dari jabatan Kepala Bareskrim Mabes Polri.
“Pada saat Susno dicopot, sebagian besar anggota Tim 8 bertepuk tangan. Tetapi, mereka tidak sadar bahwa yang membayar mahal atas keputusan itu adalah pihak kepolisian. Konflik internal yang berkembang di institusi Bhayangkara dapat membahayakan kehidupan bangsa dan negara,” ujar Ichie.
Menurut Ichie Siregar, Susno didepak dari kepolisian karena dianggap sebagai tokoh kunci dalam proses hukum terhadap Bibit-Chandra. Namun, ia menganggap kesimpulan Buyung dan kawan-kawan tergesa-gesa. Belakang, Susno justru mengaku dia tidak dilibatkan dalam penyidikan kasus Bibit dan Candra. “Dengan masa kerja yang sangat pendek, Tim 8 seharusnya lebih berhati-hati dalam membuat kesimpulan mengenai kesalahan orang. Sadar atau tidak, kesimpulan mereka telah telah menempatkan Susno sebagai musuh publik nomer satu,” jelas Ichie.
Karena itu, Ichie berpendapat bahwa eks anggota Tim 8 sudah selayaknya meminta maaf kepada Presiden dan masyarakat. “Agar dapat menjadi pelajaran di kemudian hari, sehingga para pakar semakin berhati-hati dalam menggunakan otoritas intelektual mereka.”
Anggodo Menggugat
Jalan SKPP yang dipilih kejaksaan, digugat Anggodo Widjojo melalui praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim Nurgroho Setiadji dalam putusannya menerima gugatan Anggodo. Hakim yang dikenal bersih ini menilai alasan sosiologis keluarnya SKPP, yang dipakai Kejaksaan itu, tidak logis.
Dengan kemenangan itu berarti kasus Bibit-Chandra harus diteruskan ke pengadilan. Tetapi, pihak Kejaksaan mengajukan banding ke PT DKI, dengan memperbaiki jawaban banding, dan tetap memasukkan unsur sosiologis itu sebagai dasar penghentian penuntutan kasus. Kemarin, majelis hakim juga menolak alasan Kejaksaan.
Itu berarti dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Rianto dan Chandra Martha Hamzah, harus siap-siap menghadapi persidangan. Terbuka kemungkinan keduanya disidangkan sebagai terdakwa kasus korupsi, seperti dituduhkan polisi itu.
"Pengadilan tinggi menetapkan, eksepsi pebanding, dalam hal ini kejaksaan dan menetapkan SKPP tanggal 1 Desember 2009 atas nama Bibit-Chandra tidak sah. Selanjutnya pebanding kejaksaan harus melanjutkan Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto ke pengadilan," kata juru bicara PT DKI Jakarta, Andi Samsan Nganro kepada pers, di Jakarta, Kamis (03/06).
Dalam pertimbangan menolak SKPP Bibit-Chandra itu, majelis hakim yang diketuai Muchtar Ritonga, dengan anggota I Putu Witnya, dan Nasarudin Tapo menyebutkan, antara lain karena Anggodo Widjojo pihak berkepentingan dalam kasus itu. Samsan Nganro menyebutkan, Anggodo didakwa dengan tindak pidana korupsi percobaan penyuapan kepada oknum pegawai dan atau pimpinan KPK.
Kasus Anggodo itu cocok dengan kasus yang disangkakan pada Bibit-Chandra. Ya, Bibit dan Chandra dituding dengan pasal 12 huruf e UU 31 Tahun 1999, jo UU 20 Tahun 2001 pasal 421 KUHP tentang pemerasan dan penyalahgunaan wewenang. Sedangkan Anggodo didakwa dengan tindakan percobaan penyuapan. Jadi, kata Samsan, pertimbangan mejelis hakim PT DKI itu, menguatkan keputusan hakim Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Samsan menyebutkan, konstruksi hukum dalam perkara Bibit-Chandra, sudah tepat. Majelis hakim menilai, tidak ada kekosongan hukum yang mendorong Kejaksaan sehingga menghentikan perkara mereka, dengan alasan sosiologis.
Mengutip majelis hakim PT DKI Jakarta, Andi Samsan Nganro mengatakan, seharusnya Kejaksaan mengeluarkan deponering bukan SKPP. Kalau ada kondisi sospol yang mengkhawatirkan, kata dia, seyogianya melakukan penyampingan perkara demi kepentingan umum, atau deponering. Itu sesuai pasal 25 huruf C UU No 16 Tahun 2004.
"Jadi, seharusnya Kejaksaan menutup kasus itu, bukan menggunakan lembaga penutupan perkara demi hukum atau SKPP," kata Andi Samsan Nganro.
© Copyright 2024, All Rights Reserved