Mantan Gubernur DKI Jakarta periode 1966-1977, Ali Sadikin, mengaku merasa tertipu oleh PT Indobuildco. Hal itu diungkapkannya ketika menjadi saksi dalam persidangan dugaan korupsi perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) Hotel Hilton di Pengadilan Jakarta Pusat.
Ali mengatakan saat ia memberi izin kepada PT Indobuildco pada 1971 untuk membangun Hotel Hilton dan menggunakan lahan, ia mengetahui bahwa PT Indobuildco adalah anak perusahaan Pertamina.
"Tapi ternyata kemudian terbukti, PT Indobuildco itu milik pribadi, milik keluarga, bukan anak perusahaan Pertamina. Saya marah, saya merasa tertipu. Semua orang berpikir Indobuildco itu Pertamina, tetapi ternyata milik perorangan," ujarnya di depan persidangan.
Mantan gubernur DKI ini menceritakan sejarah pembangunan Hotel Hilton untuk menampung sekitar 3.000 tamu peserta konferensi Asia Pasifik yang diselenggarakan di Jakarta. "Waktu itu, hotel di Jakarta baru ada Hotel Indonesia, itu pun hanya cukup menampung beberapa ratus. Itu jadi pikiran saya, di mana harus menampung 3.000 tamu," ujarnya.
Ia kemudian mendatangi Direktur Utama Pertamina saat itu, Ibnu Sutowo, untuk meminta agar Pertamina melalui anak perusahaannya membangun sebuah hotel guna kepentingan acara konferensi Asia Pasifik.
"Saya tahu Pertamina punya anak-anak perusahaan. Saya datangi Pertamina, karena saat itu Pertamina adalah perusahaan besar yang punya banyak modal, tidak seperti sekarang," tuturnya.
Pada pertemuan dengan Ibnu Sutowo itu, Ali Sadikin menegaskan dirinya tak akan menyerahkan izin pembangunan hotel itu kepada perusahaan swasta, karena lahan tempat dibangunnya hotel tersebut adalah milik negara.
Dikatakannya baru pada 1976, setelah ia melakukan pengecekan kepada JB Sumarlin selaku Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX selaku Wakil Presiden saat itu, ia mengetahui bahwa PT Indobuildco bukanlah anak perusahaan Pertamina.
"Dalam surat Sumarlin dan Sri Sultan jelas dikatakan bahwa PT Indobuildco bukanlah anak perusahaan Pertamina. Kalau dulu Ibnu mengatakan Pertamina tidak memiliki modal untuk membangun hotel, mungkin tidak akan saya bolehkan Indobuildco untuk membangun hotel," tuturnya.
Namun, Ali Sadikin mengatakan setelah ia mengetahui bahwa PT Indobuildco adalah milik keluarga Sutowo pada 1976, ia tidak berusaha untuk membatalkan atau mencabut rekomendasi izin penggunaan lahan untuk membangun Hotel Hilton.
"Saya menyerahkan persoalan itu kepada pemerintah pusat, menjadi beban negara. Seharusnya Sri Sultan dan Sumarlin yang menyelesaikan itu. Sumarlin masih hidup sampai sekarang, tanya dia saja mengapa tidak menyelesaikan itu," katanya.
Selian itu, Ali Sadikin menjelaskan bahwa izin yang diberikan kepada PT Indobuildco adalah izin penggunaan lahan untuk pembangunan Hotel Hilton, bukan penguasaan lahan.
Ali mengatakan ia juga tidak tahu apakah Dirjen Agraria Departemen Dalam Negeri mengeluarkan HGB kepada PT Indobuildco, karena hak untuk mengeluarkan izin itu berada pada pemerintah pusat. "Kepala daerah hanya berhak memberi izin untuk lahan maksimal seluas lima hektar, sedangkan lahan itu luasnya 13 hektar," ujarnya.
Ketika ditanya oleh kuasa hukum terdakwa Ali Mazi, Ali Sadikin mengemukakan ia tidak tahu soal proses perpanjangan HGB Hotel Hilton yang dilakukan pada 2002.
Kuasa hukum Ali Mazi dari Kantor Hukum OC Kaligis tidak melontarkan pertanyaan apa pun kepada Ali Sadikin, karena keterangan mantan gubernur itu dinilai oleh mereka tidak relevan dengan substansi dakwaan.
Selain menghadirkan Ali Sadikin, JPU juga menghadirkan saksi Kepala Seksi Hak Atas Tanah Kanwil BPN Jakarta Pusat, Waldus Situmorang.
© Copyright 2024, All Rights Reserved