Dalam rencana reformasi agraria yang dilakukan pemerintah secara bertahap mulai tahun 2007 hingga 2014, pemerintah akan membagikan tanah seluas 8,15 juta hektar untuk masyarakat miskin yang memenuhi kriteria tertentu dan pengusaha dengan ketentuan terbatas.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto seusai Simposium Agraria Nasional III di Jakarta, Selasa (12/12). Lebih jauh Joyo mengatakan, pembagian tanah kepada masyarakat miskin akan mulai dilakukan sekitar akhir April 2007. Dalam tahap awal, 5.000 keluarga miskin akan diberikan tanah bersertifikat. Luas tanah yang dibagikan untuk setiap keluarga berbeda-beda bergantung pada kebutuhan dan ketersediaan lahan di setiap daerah.
BPN memperkirakan sebanyak 6 juta hektar lahan akan dibagikan bagi masyarakat miskin dan 2,15 juta hektar sisanya diberikan kepada pengusaha untuk usaha produktif dengan tetap melibatkan petani perkebunan. Negara dapat mencabut kembali pemberian tanah tersebut jika tidak dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif.
Tanah yang akan dibagikan berasal dari lahan kritis, hutan produksi konversi, tanah telantar, tanah milik negara yang hak guna usahanya habis, maupun tanah bekas swapraja.
"Reformasi agraria juga dimaksudkan untuk memberikan akses rakyat terhadap tanah sebagai sumber ekonomi serta mengatasi sengketa dan konflik pertanahan yang ada," kata Joyo.
Pemberian tanah bagi keluarga miskin di pedesaan diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup mereka. Dari sekitar 40 juta penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2006, sebanyak 67 persen di antaranya tinggal di pedesaan. Dari jumlah keluarga miskin tersebut, 90 persen menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.
Menurut Joyo, model pembagian lahan akan berbeda untuk setiap daerah, bergantung pada kondisi dan ketersediaan lahan
Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance Indonesia (Indef) Bustanul Arifin mengatakan, pelaksanaan reformasi agraria harus menjamin keberlangsungan sistem sosial yang ada di masyarakat. Sengketa pertanahan juga harus dapat diselesaikan dengan harmonis tanpa menimbulkan gejolak baru. "Program sertifikasi tanah seharusnya dilakukan oleh pemerintah pada tahap awal reformasi agraria," katanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved