Proses hukum atas gugatan yang diajukan eks organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta, telah memasuki tahap akhir. Pada Senin, 7 Mei mendatang majelis hakim akan membacakan putusannya atas gugatan itu.
Pada sidang yang digelar hari ini, Kamis (19/04) kedua pihak, HTI (Penggugat) dan pemerintah cq Kementerian Hukum dan HAM (Tergugat) telah menyerahkan dokumen kesimpulan.
“Tadi kami sudah menyerahkan dokumen kesimpulan setebal 147 halaman," terang kuasa hukum Menkumham I Wayan Sudirta di Jakarta, Kamis (19/04).
Selanjutnya, PTUN DKI Jakarta akan menggelar sidang pembacaan putusan gugatan HTI pada Senin 7 Mei 2018. Wayan mengatakan pihaknya berharap Majelis Hakim PTUN menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
Ia meyakini integritas majelis hakim yang menangani perkara ini tidak akan terpengaruh oleh hal-hal di luar bukti-bukti persidangan, termasuk tidak akan terpengaruh dengan banyaknya massa eks HTI yang menghadiri persidangan.
Sebaliknya juru bicara eks HTI Ismail Yusanto berharap Majelis Hakim PTUN mengabulkan gugatan HTI. Ismail menegaskan bahwa HTI tidak bertentangan dengan Pancasila.
Paham Khilafah yang diperjuangkan HTI, ujar dia, sesuai dengan ajaran Islam. "Pancasila sila pertama itu Ketuhanan Yang Maha Esa. Islam itu agama mayoritas di Indonesia, dan khilafah itu bagian dari ajaran Islam. Jadi dari mana kami bertentangan dengan Pancasila," kata Ismail.
Ismail mengatakan, pembubaran HTI lebih banyak unsur politis dan bertujuan untuk melemahkan kekuatan ulama dalam Pilpres 2019. “Jelas itu (ada unsur politis). Kita terus terang tidak tahu kenapa kita dibubarkan, lalu kita cari tahu dan kita mendapat informasi dari berbagai sumber, kemudian kita berkesimpulan ini memang lebih banyak persoalan politik," jelas Ismail.
Ismail mengatakan HTI dinilai sebagai pihak paling bertanggungjawab atas kekalahan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu, sebab HTI yang pertama kali meneriakkan haram memilih pemimpin kafir.
“Kita yang pertama teriakkan haram pemimpin kafir, pada 4 September 2016. Sejak saat itu, berkembang di masyarakat dan orang berani katakan tolak pemimpin kafir," ujar Ismail.
Ismail menyebut, usai kekalahan Ahok, pemerintah khawatir kekuatan ulama aksi 212 berimbas pada kepentingan politiknya. Sehingga unsur-unsur kekuatan aksi 212 dihancurkan.
“Alasan-alasannya dicari-cari saja. Anti-Pancasila lah, dan sebagainya. Di persidangan tidak terbukti," kata dia.
Seperti diketahui, HTI dibubarkan sesuai dengan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU -30.AHA.01.08.2017 tentang pencabutan keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-00282.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian perkumpulan HTI. Lewat PTUN, HTI menggugat keputusan Kemenkumham tersebut.
Gugatan ini ditangani Majelis hakim Tri Cahya Indra Permana SH MH sebagai ketua dengan anggota Nelvy Christin SH MH dan Roni Erry Saputro SH MH, serta Panitera Pengganti Kiswono SH MH.
© Copyright 2024, All Rights Reserved